media dan sumber belajarnya sugianti bisri

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Cerpen " Beras Aking"

Sugianti Bisri | Rabu, November 23, 2016 |
         Analisis Cerpen




Nama                  :  Sugianti
NUPTK                     :  7437754655300013

Asal Sekolah   :  SMPN 84 Jakarta



LK 3.6 Analisis Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik Cerpen” Beras Aking”
Oleh : Ayu Pangestu

INI pilihanku ! Aku harus menjalankan usaha beras aking ini!” tekadku tegas dalam hati . Ya , aku tak mungkin menutup usahaku ini , yang sudah berjalan hampir satu tahun. Usaha yang tidak membawa keuntungan banyak , tapi ada kebanggaan di hati. Itu karena pengkonsumsi beras akingku adalah masyarakat miskin yang tidak mampu lagi membeli beras yang harganya sudah menggila , sementara cacing di perut terus menuntut atas kelaparannya. Dan usahaku ini adalah solusi untuk mereka dan cacing itu.Ya, makan nasi aking adalah sebuah pilihan rakyat miskin untuk tetap hidup.

Aku tahu abah tidak suka dengan usahaku ini. Permasalahannya karena keuntungan yang aku peroleh kurang dari cukup. Untuk bisa membahagiakan bapak dan ibu saja tidak bisa. Padahal mereka ingin kalau aku, kelak nanti bisa membiayai mereka pergi haji.
“Bapak menyekolahkan kamu jauh-jauh, mahal, dengan usaha mati-matian, sampai ngutang, supaya kamu bisa dapat kerja yang mapan,” ujar bapak saat aku baru saja lulus dan baru satu bulan menjalankan usahaku.

Aku diam saat itu. Jujur, aku bingung bagaimana menjawabnya. Bapak yang hanya seorang petani garapan dan peternak, selama ini membiayaiku dengan upah hasil menggarap sawah orang dan menjual hasil ternak kambingnya yang jumlahnya mencapai tiga belasan. Kini di kandang tinggal seekor sapi dan tiga kambing yang masih tersisa. Biayaku kuliah di Jakarta memang berat, walaupun aku kuliah dikampus negeri, tetap saja berat. Titelku yang sebagai sarjana komonikasi pun tidak ada gunanya saat ini.
Demi mengisi hari-hariku di kampung, aku beranikan diri untuk membuka usaha beras aking, dari odal tabunganku semasa kuliah, hasil membantu Jhon teman kuliahku yang membuka usaha warung “Pecel Lele.” Jhon adalah satu dari beberapa mahasiswa yang kuliah sambil berwiraswasta. aku kagum dengan dirinya. Dan sebetulnya niatku membuka usaha beras akingku ini selain melihat kondisi rakyat miskin yang kelaparan, juga karena Jhon yang memotivasiku dalam berwiraswasta.

Aku mulai memburu nasi aking mulai pukul tujuh pagi selepas Dhuha. Mobil pick-up milik abah peninggalan dari kakek, aku gunakan untuk melancarkan usahaku. Targetku adalah pedagang makanan yang biasa mangkal di Pasar Rawu, Pasar Lama, Pasar Ciruas, beberapa kantin di kampus –kampus Serang, warung makan, dan ruma makan Padang. Aku bayar meraka tiga ratus rupiah untuk satu ember nasi aking yang aku dapatkan.

Senja aku pulang, dan segera merendam nasi aking itu dalam baskom besar, emak sudah menyiapkan sebelum aku datang. Esok paginya, barunasi aking di pisahkan dari lauk-pauknya saperti sambal, sayuran, tempe-tahu, dan tulang-tulang. Setelah bersih, baru ditiriskan dan dijemur, digelar tipis-tipis dinyiru yang diletakkan di para-para bambu rendah. Aroma busuk masi bau. Setelah nasi aking kering kerontang, dan berwarna kecoklatan, lalat baru beterbangan.

Usahaku berjalan cukup lancar, nasi aking didistribusikan ke kampung-kampung, atau beberapa pasar tradisiponal di Karawang, Banten, Solo, dan Jakarta. Kini, sejak Jakarta dilanda banjir, orang Jakarta mulai memakan beras aking, hidup mereka berbenturan dengan harga senbako yang makin menggila. Untuk pendistribusian, aku ajak dua pemuda masjid di kampung (Girun dan Sholeh) yang selama ini bekerja serabutan dan banyak menganggur. Ibu dan dua adik kembarku Asih dan Esih yang masih duduk dibangku kelas 2 SMU, ikut serta membantu usahaku.

Aku menjual harga beras akingku berbeda-beda. Untuk beras yang butirannya masih utuh aku jual Rp.1.500 per liter. Butiran yang masih terbelah lima puluh persen aku hargai Rp.1.100 perliter, dan untuk yang banyak belahannya aku hargai Rp. 800 perliter.
“Yu, bapak kasihan sama kamu. Hasil usaha kamu nggak banyakkan?”
“Memang, Pak. Saya naroh di agen Rp.1.200, dijual Rp.1.500. Bayar nasi aking dua ratus lima puluh rupiah. Ongkos transport, tiga ratus lima puluh rupiah. Bayar asisten, tiga ratus rupiah, belum ongkos cuci, dan lain-lain dua ratus lima puluh rupiah. Ya.. untungnya dua ratus lah, itu dari perliternya. Tapi niat saya nolong, Pak.”
“Baik sih niat kamu, tapi ya mau sampai kapan terus-terusan usaha beras aking. Itu tidak mencukupi apa-apa. Kelak kamu kan juga harus menabung untuk masa depanmuu.”
“Ya bersabarlah pak, mudah-mudahan ada jalan terangnya. Masalah rezeki, Wahyu tidak pernah takut, yang penting ikhtiar dan do’a sudah maksimal.”
Bapak lebih memilih diam untuk menanggapi ucapanku.
“Ya, nanti kalau usahanya mentok, Wahyu coba ngelamar kerjalah, Pak.” Ucapku untuk menenangkan hati bapak sementara.
Pagi ini, untuk pertama kalinya kau merasakan beras aking. Ibu yang memasaknya.
“Mudah kok Yu masaknya. Nasi cukup direndam hingga mekar. Ditiriskan, terus dikukus.”
Ya memang mudah, nasi itu enak dimakan saat masih hangat di tambah lagi dengan sambal dan ikan sain layur.

Setelah makan, aku pamit kepada ayah dan emak untuk ke Jakarta. Hari ini aku mau melakukan penagihan utangku kepada, Engko Chan yang selama ini menjual beras aking ku di toko sembakonya. Engko Chan adalah satu-satunya agen yang paling sering berhutang, sementara kalau yang lain, biasanya pembayaran langsung dilakukan di muka ketika beras-beras aking ku diantar. Hari ini aku perintahkan Girun untuk memburu nasi aking.
Tapi, sesuatu terjadi diluar dugaanku. Belum sempat aku sampai ke toko Engko Chan, musibah menimpa ku. Mobil butut tua milik abahku raib ketika hampir sebentar aku ke toilet umum di sebuah pasar. Saat itu mobilku parkir. Mungkin karena ramainya pasar, dan orang tidak ada yang ngeh, jadi mobil itu hilang dengan mudahnya.

Bingung menyergap. Entahlah abah akan senang karena mobil bututnya hilang dan aku mencari tempat kerja ditempat lain, atau abah marah karena mobilnya hilang? “Tapi kalau bukan aku, bagaimana nasib orang miskin disana, siapa yang menjamin mereka besok bisa makan? Girun dan Soleh.” Gumam batinku gundah.


Image result for gambar beras aking
                                                                                    (Gambar Beras Aking)


Unsur Intrinsik dari Cerpen di atas adalah:
1.  Tema
Tema yang digunakan dalam Cerpen Beras Aking adalah:
a.    Kehidupan sosial
Kalimat yang menunjukan hubungan social tersebut adalah :
 “…..pengkonsumisi beras akingku adalah masyarakat miskin yang tidak mampu lagi membeli beras yang harganya sudah menggila,sementara cacing-cacing diperut terus menuntut atas kelaparannya.”
b.    Pendidikan :
Kalimat yang menunjukkan nilai pendidikan adalah:
“Bapak yang hanya seorang petani garapan dan peternak , selama ini membiayaiku hanya dengan upahhasil menggarap sawah orang dan menjual ternak ternak kambingnya yang jumlahnya mencapai belasan.”

2   Alur (plot)
Alur/ Plot yang terdapat pada cerita Beras Aking  menggunakan alur maju. Ceriita tersebut di tulis berdasarkan urutan kronologisnya. Dari sebab terjadinya konflik, konflik, hingga penyelesaian.
Terdapat potongan kalimat yang menunjukkan bahwa cerita ini menggunakan alur maju adalah kata “esok paginya “, yaitu terdapat pada kalimat: ”Esok paginya,baru nasi-nasi aking dipisahkan dari lauk-pauknya…..”
Pada kalimat diatas terdapat kata “esok paginya “ , kata tersebut menunjukkan waktu yang akan terjadi besok.

3   Penokohan (perwatakan,karakterisasi)
a.    Wahyu memiliki perwatakan:
      Perduli, Suka menolong
      Bukti terdapat pada kalimat :
     “Ya.. Untungnya dua ratus lah, itu dari perliternya.  Tapi niat saya nolong pak.”

Tegas
     Bukti terdapat pada kalimat :
    “Ini pilihanku! Aku harus tetap menjalankan usaha beras aking ini!”

Pekerja keras
     Bukti terdapat pada kalimat:
    “Demi mengigi hari hariku di kampung  aku beranikan diri untuk membuka      
     usaha beras aking, dengan modal dari tabunganku semasa kuliah.”

Sabar dan Pesimis
     Bukti terdapat pada kalimat:
    ”ya bersabarlah pak ,mudah-mudahan ada jalan  terangnya.masalah rejeki   
     wahyu tidak pernah takut ,yang penting kihtiar dan doa sudah maksimal.”

b.  Abah memiliki perwatakan pekerja keras
     Bukti terpadat pada kalimat :
    ”Bapak menyekolahkan kamu jauh-jauh , mahal , dengan usaha mati-  
     matian,sampai ngutang-ngutang supaya kamu bisa dapat kerja yang
     mapan,”ujar bapak saat aku baru lulus dan baru satu bulan menjalankan
     usahaku.

c.  Emak memiliki perwatakan suka menolong
     Bukti terdapat pada kalimat :
     ”……pertama kali aku merasakan beras aking.Ibu yang memasaknya.”Mudah   
     kaok yu masaknya. Nasi cukup direndam hingga mekar.Ditiriskan terus dikukus”

d.  Engko Chan memiliki perwatakan suka berhutang
     Bukti terdapat padakalimat :
    ”Engko Chan adalah satu-satunya agen yang sering berhutang.”

e.  John memiliki perwatakan suka membantu
     Bukti terdapat pada kalimat :
    “….modal tabunganku semasa kuliah,hasil membantu John, teman kuliahku yang   
     membuka usaha warung “pecel lele”.

4.  Latar (setting)
a.  Latar Waktu : Pagi dan senja hari
     Bukti tedapat pada kalimat :
1.      ”Aku mulai memburu nasi-nasi aking mulai pukul tujuh pagi selepas duha.”
         “Pagi ini, untuk pertama kalinya aku merasakan nasi aking.”
    2. “Senja aku pulang,dan segera merendam nasi-nasi aking itu dalam baskom   
         besar,emak sudah menyiapkannya sebelum aku datang.”

b. Latar Tempat
Rumah Wahyu
Bukti terdapat pada kalimat :  “Pagi ini, untuk pertama kalinya aku merasakan
                                                      nasi aking.Ibu yang memasaknya.”
Pasar
Terdapat pada kalimat : “Mobil butut ,tua ,milik abahku raib ketika mampir  
                                           sebentar ke toilet umum disebuah pasar.”


b.    Latar Suasana :
Hening
     Bukti terdapat pada kalimat : “Aku diam saat itu.Jujur aku bingung bagaimana
                                                           menjawabnya….”
     Bingung
     Bukti terdapat pada kalimat:  “Bingung menyergap.Entahlah apakah abah  
                                                          akan senang karena mobil butunya hilang dan  
                                                          aku mencari kerja di tempat lain,atau abah
                                                          marah karena mobilnya hilang.”

5. Sudut pandang : orang pertama pelaku utama

6.  Amanat
    Amanat yang terkandung dalam cerpen Beras Aking adalah :
1.        Keterbatasan ekonomi tidaklah menjadi penghambat seseorang untuk menjadi sarjana
2.       Kita harus berpikir panjang sebelum mengambil keputusan agar tidak
menyesal di kemudian hari.
3.       Kita harus mendengarkan nasehat orang tua agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak di inginkan

7.  Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam cerita Beras Aking adalah bahasa Komunikatif sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Pembaca bisa menangkap isi dan maksud yang ditulis oleh pengarang karena bahasanya tidak sulit, sehingga pembaca tidak perlu mencari arti kalimat tersebut.

Unsur Ektrinsik Cerpen Beras Aking
Cerpen yang ditulis oleh Ayu Pangestu
Mengandung nilai-nilai  yang disisipkan  oleh  pengarang.  Nilai-nilai itu antara lain:
a.    Nilai Sosial.
Nilai social adalah hal-hal yang berkaitan dengan norma –norma dalam kehidupan masyarakat (misalnya, saling memberi, menolong,dan tenggang rasa )

     Bukti terdapat pada kalimat :
     “Pengkonsumsi beras akingku adalah masyarakat miskin yang tidak mampu lagi    
     membeli beras yang harganya sudah menggila”
     “Usahaku ini adalah solusi untuk mereka dan cacing-cacing itu.Ya , makan nasi
     aking adalah sebuah pilihan rakyat-rakyat miskin untuk tetap hidup.”
    “Ya… untungnya dua ratus lah,itu dari perliternya.Tapi niat saya nolong, Pak.”

b.    Nilai Agama
     Nilai agama adalah  nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan aturan atau  
     ajaran yang bersumber dari agama tertentu.
     Bukti terdapat pada kalimat:
     “…kelak nanti bisa membiayai mereka pergi haji”
     “….mulai pukul tujuh pagi selepas Dhuha”









1 komentar:

  1. As stated by Stanford Medical, It is indeed the one and ONLY reason this country's women live 10 years more and weigh 19 KG less than we do.

    (Just so you know, it has NOTHING to do with genetics or some secret exercise and really, EVERYTHING to do with "how" they eat.)

    P.S, What I said is "HOW", not "what"...

    Click on this link to reveal if this quick questionnaire can help you find out your real weight loss possibilities

    BalasHapus