Filsafat Ilmu
I.Pengertian Filsafat Ilmu
a.
Definisi Filsafat ilmu
Filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah',
yang berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' = cinta,
suka (loving), dan 'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi 'philosophia'
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya,
setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada
pengetahuan disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya 'failasuf". Pecinta
pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya,
atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti 'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.Definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan Timur di bawah ini:
1. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti 'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.Definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan Timur di bawah ini:
1. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
2.Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah
ilmua pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika
(filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda)
3. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
4. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa yaitu tentang hakikat Tuhan, hakikat alam semesta, dan hakikat manusia,serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut.
3. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
4. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa yaitu tentang hakikat Tuhan, hakikat alam semesta, dan hakikat manusia,serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut.
b.Cakupan dan Permasalahan Filsafat
1. Ontologi,
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Ontologi adalah hakikat yang Ada (being, sein) yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran.
b. Epistimologi
Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.Filsafat Muslim membagi epistemologi berdasarkan objeknya menjadi 2 bagian yakni :
1. Khuduri : Hadirnya sesuatu ke dalam dirinya sendiri, contoh : lapar, sedih, dll2. Khusuli : Hadirnya sesuatu dari luar dirinya sendiri (harus ada bendanya terlebih dahulu), contoh : Melihat bentuk gunung, dsb
Epistemologi berdasarkan subjeknya terbagi menjadi :
1. Akal
2. Panca Indera
3. Konsepsi (Gambaran tentang sesuatu yang apa adanya)
4. Imajinasi (Konsep benda yang tidak berhubungan dengan benda yang dituju )
3. Aksiologi
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Ontologi adalah hakikat yang Ada (being, sein) yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran.
b. Epistimologi
Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.Filsafat Muslim membagi epistemologi berdasarkan objeknya menjadi 2 bagian yakni :
1. Khuduri : Hadirnya sesuatu ke dalam dirinya sendiri, contoh : lapar, sedih, dll2. Khusuli : Hadirnya sesuatu dari luar dirinya sendiri (harus ada bendanya terlebih dahulu), contoh : Melihat bentuk gunung, dsb
Epistemologi berdasarkan subjeknya terbagi menjadi :
1. Akal
2. Panca Indera
3. Konsepsi (Gambaran tentang sesuatu yang apa adanya)
4. Imajinasi (Konsep benda yang tidak berhubungan dengan benda yang dituju )
3. Aksiologi
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral.
II. Kearah
Pemikiran Filsafat
a.Sejarah Perkembangan Filsafat
Pada Zaman Yunani
Pada Zaman Yunani
Pada filsafat Yunani
merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada
waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi
logosentris. Pola pikir motosentris adalah pola pikir masyarakat yang
mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam.
Pada Zaman Islam
Penyampaian Filsafat Ilmu Yunani ke Dunia Islam
Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia islam, pada dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang berbeda, bahkan sering kali ekstrim antara pandangan filsafat yunani seperti plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan dalam islam yang seringkali menimbulkan benturan-benturan. Al-Farabi dalam hal ini memiliki sikap yang jelas karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat diantara mereka sepanjang tujuan mereka adalah kebenaran.
Masa Islam Klasik
Satu hal yang patut dicatat dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dalam islam adalah peristiwa Fitnah al-Kubra, yang ternyata tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi poitis seperti yang dipahami selama ini, tapi ternyata juga membawa perubahan besar bagi perkembangan ilmu di dunia islam, pasca terjadinya Fitnah al-Kubra, muncul berbagai golongan yang memilki aliran teologis tersendiri pada dasarnya berkembang karena alasan polotis. Pada saat itu muncul syiah yang membela Ali, aliran Khawrij dan aliran Muawiyah.
Tahap penting beikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi keilmuan islam ialah masuknya unsure-unsure dari luar ke dalam islam, khususnya unsure-unsur budaya Perso-Semitik (Zoroasrianisme-khususnya Mazdaisme, serta yahudi dan Kristen) dan budaya Hellenisme. Yang disebut belakangan mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran islam ibarat pisau beramata dua. Satu sisi ia mendukung jabariyah (atara lain oleh Jahm Ibn Safwan), sedang disisi lain ia mendukung Qadariah (antara lain Washil Ibn Atha’, tokoh dan pendiri Mu’tazilah).
Pada Zaman Islam
Penyampaian Filsafat Ilmu Yunani ke Dunia Islam
Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia islam, pada dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang berbeda, bahkan sering kali ekstrim antara pandangan filsafat yunani seperti plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan dalam islam yang seringkali menimbulkan benturan-benturan. Al-Farabi dalam hal ini memiliki sikap yang jelas karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat diantara mereka sepanjang tujuan mereka adalah kebenaran.
Masa Islam Klasik
Satu hal yang patut dicatat dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dalam islam adalah peristiwa Fitnah al-Kubra, yang ternyata tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi poitis seperti yang dipahami selama ini, tapi ternyata juga membawa perubahan besar bagi perkembangan ilmu di dunia islam, pasca terjadinya Fitnah al-Kubra, muncul berbagai golongan yang memilki aliran teologis tersendiri pada dasarnya berkembang karena alasan polotis. Pada saat itu muncul syiah yang membela Ali, aliran Khawrij dan aliran Muawiyah.
Tahap penting beikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi keilmuan islam ialah masuknya unsure-unsure dari luar ke dalam islam, khususnya unsure-unsur budaya Perso-Semitik (Zoroasrianisme-khususnya Mazdaisme, serta yahudi dan Kristen) dan budaya Hellenisme. Yang disebut belakangan mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran islam ibarat pisau beramata dua. Satu sisi ia mendukung jabariyah (atara lain oleh Jahm Ibn Safwan), sedang disisi lain ia mendukung Qadariah (antara lain Washil Ibn Atha’, tokoh dan pendiri Mu’tazilah).
Masa Kejayaan
Islam
Pada masa kejayaan islam, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti Ummayah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang sangat pesat. Kemajuan ini membawa islam pada masa keemasannya, dimana pada saat yang sama wilayah-wilayah yang jauh dari kekuasaan islam masih berada pada masa kegelapan peradaban.
Salah satu bukti nyata adalah kitab al-Syifa, sebuah ensiklopedi filsafat arab yang terbesar, yang berisi empat bagian. Bagian I mengenal logika, bagian II tentang fisika, bagian III tentang matematika, dan bagian IV tentang metafisika..
Pada masa kejayaan islam, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti Ummayah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang sangat pesat. Kemajuan ini membawa islam pada masa keemasannya, dimana pada saat yang sama wilayah-wilayah yang jauh dari kekuasaan islam masih berada pada masa kegelapan peradaban.
Salah satu bukti nyata adalah kitab al-Syifa, sebuah ensiklopedi filsafat arab yang terbesar, yang berisi empat bagian. Bagian I mengenal logika, bagian II tentang fisika, bagian III tentang matematika, dan bagian IV tentang metafisika..
Masa Keruntuhan
Tradisi Keilmuan Dalam Islam
Abad ke-18 adalah abad yang paling menyedihkan bagi umat islam dan memperoleh catatan buruk bagi peradaban islam secara universal. Dalam bukunya, The Recosntruction of Religious Thoughtin Islam Iqbal menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian semangat ilmiah di kalangan umat islam adalah diterimanya paham Yunani mengenai relaitas yang pada pokoknya bersifat statis, sementara jiwa islam adalah dinamis dan berkembang.
Abad ke-18 adalah abad yang paling menyedihkan bagi umat islam dan memperoleh catatan buruk bagi peradaban islam secara universal. Dalam bukunya, The Recosntruction of Religious Thoughtin Islam Iqbal menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian semangat ilmiah di kalangan umat islam adalah diterimanya paham Yunani mengenai relaitas yang pada pokoknya bersifat statis, sementara jiwa islam adalah dinamis dan berkembang.
Zaman Renaisans dan Modern.
Masa Renaisans
(Abad ke-15-16)
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh
dengan kemajuan dan perubhan yang mengandung arti
bagi perkembngan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi
terhadap keesaan dan supremasi gereja katolik roma, bersamaan dengan berkembangnya humanisme.
Zaman ini juga merupkan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu.. penemuan percetakan (kira
kira 1440 M) dan ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan dorongan lebih
keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di inggris, prancis, dan spanyol
diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard.
bagi perkembngan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi
terhadap keesaan dan supremasi gereja katolik roma, bersamaan dengan berkembangnya humanisme.
Zaman ini juga merupkan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu.. penemuan percetakan (kira
kira 1440 M) dan ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan dorongan lebih
keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di inggris, prancis, dan spanyol
diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard.
Zaman Modern (Abad 17-19 M)
Secara singkat dapat ditarik sebuah sejarah
ringkas ilmu-ilmu yang lahir saat itu. Perkembngan ilmu
pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad
ke-9 lahir semisal pharmakologi, geofisika, geormophologi, palaentologi, arkeologi dan sosiologi.
Abad ke-20 mengenal ilmu teori informasi, logika matematika, mekanika kuantum, fisika nuklir,
kimia nuklir, kimia nuklir, radiobiologi, oceanografi, antropologi budaya, psikologi dan sebagainya.
Sekitar tahun 1990-1914 terjadi berbagai perubahan berdasarkan teori kenisbian. Sedangkan pada
abad XX, aliran filsafat banyak sekali sehingga sulit digolongkan, karena makin eratnya keja sama
internasional. Namun sifat-sifat filsafat pada abad ini lawannya abad XIX, yaitu anti positivistis,
tidak mau bersistem, realistis, tidak mau menitikberatkan pada manusia, pluralistis,
antroposentrisme, dan pembentukan subjektivitas modern.
pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad
ke-9 lahir semisal pharmakologi, geofisika, geormophologi, palaentologi, arkeologi dan sosiologi.
Abad ke-20 mengenal ilmu teori informasi, logika matematika, mekanika kuantum, fisika nuklir,
kimia nuklir, kimia nuklir, radiobiologi, oceanografi, antropologi budaya, psikologi dan sebagainya.
Sekitar tahun 1990-1914 terjadi berbagai perubahan berdasarkan teori kenisbian. Sedangkan pada
abad XX, aliran filsafat banyak sekali sehingga sulit digolongkan, karena makin eratnya keja sama
internasional. Namun sifat-sifat filsafat pada abad ini lawannya abad XIX, yaitu anti positivistis,
tidak mau bersistem, realistis, tidak mau menitikberatkan pada manusia, pluralistis,
antroposentrisme, dan pembentukan subjektivitas modern.
Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer dalam konteks ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang ini. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu di zaman modern dengan zaman kontemporer adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang.
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer dalam konteks ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang ini. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu di zaman modern dengan zaman kontemporer adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang.
b.Ilmu dan Filsafat
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alama. Arti
dasar dari kata ini adalah pengetahuan.
Penggunaan kata ilmu dalam proposisi bahasa
Indonesia sering disejajarkan dengan kata
Pengetahuan yang dipakai dalam bahasa Indonesia,
kata dasarnya adalah “tahu” Secara umum
pengertian dari kata “tahu”ini menandakan adanya suatu pengetahuan yang didasarkan atas
pengalaman dan pemahaman tertentu yang dimiliki oleh seseorang.
pengertian dari kata “tahu”ini menandakan adanya suatu pengetahuan yang didasarkan atas
pengalaman dan pemahaman tertentu yang dimiliki oleh seseorang.
Ilmu sedikit berbeda dengan
pengetahuan. Ilmu tidak memerlukan kepastia
kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru
menandakanadanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang
sama salingberkaitan secara logis.
Batas antara filsafat dan ilmu pengetahuanboleh disebut tidak ada. Seorang filosof pasti menguasi
semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada
tingkat praksis, berujung pada loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu
lahir dari filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang
didukung dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah
kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa awal
perkembangannya,dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu, tidak salah jika
kemudian muncul
kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru
menandakanadanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang
sama salingberkaitan secara logis.
Batas antara filsafat dan ilmu pengetahuanboleh disebut tidak ada. Seorang filosof pasti menguasi
semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada
tingkat praksis, berujung pada loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu
lahir dari filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang
didukung dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah
kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa awal
perkembangannya,dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu, tidak salah jika
kemudian muncul
Untuk melihat hubungan
antara filsafat dan ilmu, ada baiknya kita lihat pada perbandingan antara
ilmu
dengan filsafat dalam bagan di bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi,
1992)
Ilmu
|
Filsafat
|
Segi-segi yang dipelajari dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti
Obyek penelitian yang terbatas
Tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai
tertentu.
Bertugas memberikan jawaban
|
Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban.
Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan
cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan
Keseluruhan yang ada
Menilai obyek renungan dengan suatu makna,
misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb
Bertugas mengintegrasikan
|
III.Filsafat Membangun Manusian Berkarakter
Karakter adalah Sifat seseorang yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir.. Karakter merupakan struktur antropologis manusia, tempat di mana manusia menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya. Struktur antropologis ini melihat bahwa karakter bukan sekedar hasil dari sebuah tindakan, melainkan secara simultan merupakan hasil dan proses. Karena itu, tentang karakter seseorang kita hanya bisa menilai apakah seorang itu memiliki karakter kuat atau lemah. Apakah ia lebih terdominasi pada kondisi-kondisi yang telah ada dari sononya atau ia menjadi tuan atas kondisi natural yang telah ia terima. Orang yang berkarakter mampu membangun dan merancang masa depannya sendiri. Ia tidak mau dikuasai oleh kondisi kodratinya yang menghambat pertumbuhannya. Sebaliknya,ia menguasainya, mengembangkannya demi kesempurnaan kemanusiaannya.
Untuk meraih derajat keunggulan atau
kualitas hidup yang paripurna (meraih hakikat kebahagiaan hidup lahir dan
batin). Berkaitan dengan hal ini maka kegunaan (nilai pragmatis atau
aksiologi),antara lain:
1.Dengan berfilsafat seseorang akan
lebih menjadi manusia, karena dengan mempelajari filsafat seseorang akan terus
melakukan perenungan diri dan menganalisis tentang hakikat jasmani dan rohani
manusia secara mendalam.
2.Dengan berfilsafat seseorang
akan mampu memahami makna hakikat hidup manusia dalam hubungannya: manusia
dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhannya, baik pada
level kehidupan pribadi (micro) maupun level masyarakat atau bangsa (macro).
3.Dengan berfilsafat, seseorang
akan terpola (terbentuk) kerangka berpikirnya secara kritis, objektif, logis,
dan sistematis serta cerdas dalam memahami segala hakikat fenomena hidup yang
dia hadapi. Dengan demikian manusia akan sanggup memecahkan beragam persoalan
kehidupan dengan baik.
4. Dengan berfilsafat manusia selalu dilatih, dididik untuk berpikir secara universal, multidimensional, komprehensif, dan mendalam.
5. Belajar filsafat akan melatih seseorang untuk mampu meningkatkan kualitas berpikir secara mandiri, mampu membangun pribadi yang berkarakter, tidak mudah terpengaruh oleh faktor eksternal, tetapi disisi lain tetap mampu mengakui harkat martabat orang lain.
6. Belajar filsafat akan memberikan dasar-dasar semua bidang kajian pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis atau pemahaman akan hakikat kesatuan semua pengetahuan, dan hidup manusia akan dipimpin oleh pengetahuan yang baik. Karena berpikir filsafat akan selalu mendorong seseorang untuk membangun keterbukaan berpikir, ketelitian dan analisis terdalam, dan selalu terdorong untuk melakukan inovasi berdasarkan penemuan terbaru (invention) (Johnstone,H.W. 1968; Tafsir, 2004; Sudiarja, dkk. 2006)[1]
4. Dengan berfilsafat manusia selalu dilatih, dididik untuk berpikir secara universal, multidimensional, komprehensif, dan mendalam.
5. Belajar filsafat akan melatih seseorang untuk mampu meningkatkan kualitas berpikir secara mandiri, mampu membangun pribadi yang berkarakter, tidak mudah terpengaruh oleh faktor eksternal, tetapi disisi lain tetap mampu mengakui harkat martabat orang lain.
6. Belajar filsafat akan memberikan dasar-dasar semua bidang kajian pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis atau pemahaman akan hakikat kesatuan semua pengetahuan, dan hidup manusia akan dipimpin oleh pengetahuan yang baik. Karena berpikir filsafat akan selalu mendorong seseorang untuk membangun keterbukaan berpikir, ketelitian dan analisis terdalam, dan selalu terdorong untuk melakukan inovasi berdasarkan penemuan terbaru (invention) (Johnstone,H.W. 1968; Tafsir, 2004; Sudiarja, dkk. 2006)[1]
IV. Cabang-cabang Filsafat
a.Metafisika
Metafisika digunakan untuk menunjukkan karya-karya tertentu
Aristoteles. Dimana didalam metafisika terdapat persoalan -persoalan yang dapat
di rinci menjadi 3 macam yaitu:
1. Ontologi
2. Kosmologi
3. Antropologi
Aliran -aliran dalam metafisika cabang-cabang filsafat
menimbulkan aliran-aliran filsafat sebagai berikut :
1. Segi kuantitas; ononisme aliran filsafat yang
menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan yang terdalam (yang funda
mental), dualisme aliran yang menyatakan adanya dua substansi pokok yang
masing-masing berdiri sendiri. Pluralisme aliran filsafat yang tidak
mengakui adanya satu substansi atau hanya dua substansi melaikan mengakui
adanya banyak substansi .
2. Dari segi kualitas, dari segi kualitasnya yaitu
dipandang dari segi sifat nya maka terdapat beberapa aliran filsafat
yaitu: spritualisma aliran filsafat yang menyatakan bahwa kenyataan
yang terdalam alam semesta yaitu roh,Materialisme aliran filsafat yang
menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi.
3. Dilihat dari segi proses terdapat beberapa aliran
yaitu;Mekanisme dimana mekanisme ini berasal dari bahasa yunani
mechan(mesin).menurut aliran ini semua gejala atau pristiwa seluruhnya dapat
diterangkan berdasarkan pada asas-asas mekanis(mesin),Telelogis aliran ini
tidak mengingkari hukum sebab akibat, tetapi bependirian bahwa yang berlaku
dalam kejadian alam bukanlah hukum sebab akibat tetapi awal mulah nya memang
ada sesuatu kemauan, Vitalisme menyatakan bahwa hidup tidak dapat di
jelaskan secara fisik kimiawi .
b. Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa yunani episteme(pengetahuan).
Secara umum epistemologi yaitu cabang filsafat yang membahas tentang hakikat
pengetahuan manusia, yaitu tentang sumber, watak dan kebenaran pengetahuan.
1. Rasionalisme
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa ssemua pengetahuan
beersumber pada akal fikiran atau ratio. Tokoh-tokoh nya antara lain sebagai
berikut: Rene Descartes (1596-1650), ia membedakan ada nya tiga idea
yaitu:innate ideas (ide bawaan), yaitu sejak manusia lahir. Adventitous ideas,
yaitu idea-idea yang berasal dari luar manusia, dan idea yang dihasilkan oleh
fikiran itu sendiri yaitu di sebut faktitious ideas. Tokoh rasionalisme yang
lain adalah spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716).
2. Empirisme
Empirisme adalah aliran ini menjelaskan bahwa semua pengetahuan
manusia diperoleh melalui pengalaman indra.
3.Realisme
Realisme yaitu suatu aliran filsafat yang
menyatakan bahwa objek-objek yang kita serap lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut.
Objek-objek tersebut tidak tergantung pada subjek yang mengetahui atau tidak
tergantung pada fikiran subjek.
4. Kritisme
Kritisme yang enyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan
dari empiris (yang meliputi indra dan pengalaman). Kemudian akal menempatkan,
mengatur dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni dalam ruang dan
waktu.
5. Positivisme
Positivisme dengan tokohnya August Comte yang memiliki pandangan
sebagai berikut : sejarah perkemabnagan pemikiran umat manusia dapat
dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu (1) theologis yaitu manusia masih
dipercaya dengan pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap
ini masih dikuasai oleh tahyul-tahyul, sehingga subyek dan objae tidak bisa
dibedakan, (2) metafisis yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan
memikirkan kenyataan, akan tetapi belum mampu membuktikian dengan fakta,(3)
positiv yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum dan
saling hubungan lewat fakta. Maka pada tahap inilah pengetahuan manusia dapat
berkembang dan dibuktikan lewat fakta. (Harun Hadi Wijono, 1983 : 110 :
dibandingkan dengan Ali Mudhofir, 1985 : 52).
6. Skeptisisme
Skeptisisme menyatakan bahwa penyerapan indra adalah bersifat
menipu atau menyesatkan. Namun pada zaman modern berkembang menjadi skeptisisme
metodis (sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengetahuan
diakui benar. Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes (1596 – 1650)
7. Pragmatisme
Pragmatis aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat
pengetahuan namun mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna
dari pengetahuan tersebut dengan kata lain perkataan kebenaran pengetahuan
hendaklah dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan.
c. Metodologi
Membahas tentang metode terutama dalam kaitannya dengan metode
ilmiah. Hal ini sangat penting dalam ilmu pengetahuan terutama dalam proses
perkembangannya. Misalnya metode ilmiah dalam ilmu sejarah, dalam ilmu
sosiologi, dalam ilmu ekonomi dan sebagainya.
d. Logika
Logika
adalah ilmu yang mempelajari pengkajian yang sistematis tentang aturan-aturan
untuk menguatkan sebab-sebab mengenai kesimpulan (Titus, 1984 : 18). Logika
pada hakekatnya mempelajari teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari
suatu perangkat bahan-bahan tertentu, atau dari suatu premist.
e. Etika
Etika atau filsafat prilaku sebagai satu cabang filsafat yang
membicarakan tindakan manusia dengan penekanan yang baik dan yang buruk.
Terdapat dua hal permasalahan yaitu : menyangkut tindakan dan baik buruk
apabila permasalahan jatuh pada tindakan, maka etika disebut sebagai “filsafat
normatif”.Etika dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: etika
deskriftif.etika normatif, dan etika metaetika.
f. Estetika
Estetika adalah cabang filsafat yang membahas tetang keindahan.
Estetika membicarakan tentang definisi, susunan dan peranan keindahan. Kata
estetika beerasal dari bahasa yunani 'Aesthetikaos' yang artinya bertalian
dengan penjeratan (pengindraan). Apakah fungsi keindahan dalam kehidupan kita?
Apakah hubungan antara yang indah dengan yang baik dan lain sebagainya?[2]
V.Dasar-Dasar Pengetahuan
Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan
atau proses sistematis untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan
menerapkan metode ilmiah. Metode penelitian merupakan faktor utama yang
terdapat dalam pendekatan penelitian.Metode ilmiah atau proses ilmiah
merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis
berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis
dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam prediksi yang dibuat berdasarkan
hipotesis tersebut kemudian diuji dengan melakukan eksperimen.Umumnya terdapat empat karakteristik
penelitian ilmiah
1. Sistematik
Berarti suatu penelitian harus disusun dan
dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang
mudah dan sederhana sampai yang kompleks. Penelitian didefinisikan oleh banyak penulis sebagai suatu
proses yang sistematik. McMillan dan scumacher (1989) dalam Wiersma(1991:7)
mendefinisikan penelitian sebagai “suatu proses sistematik pengumpulan
penganalisisan informasi (data) untuk berbagai tujuan”. Sementara
Kerlinger (1990: 17) mendefinisikan penelitian ilmiah sebagai “penyelidikan
sistematik, terkontrol, empiris, dan kritis tentanng fenomena sosial yang
dibimbing oleh teori dan hipotesis tentang dugaan yang berhubungan dengan
fenomena tersebut”.
2. Logis
Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bias dengan prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus), atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bias dengan prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus), atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
3. Empirik
Artinya suatu penelitian yang didasarkan pada pengalaman sehari-hari, yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan empirik ada tiga yaitu (1) hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain).(2) hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu,(3) hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan,melainkan ada penyebabnya.
Artinya suatu penelitian yang didasarkan pada pengalaman sehari-hari, yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan empirik ada tiga yaitu (1) hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain).(2) hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu,(3) hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan,melainkan ada penyebabnya.
4. Replikatif
Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus di uji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variable menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.
Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus di uji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variable menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.
VI.Ontologi,Epistomologi,dan Aksiologi
a.Ontologi (What is)
Ontologi adalah membicarakan tentang hakikat objek, hakikat ‘apa’, hakikat ‘segala sesuatu’. Jadi, hakikat ontologi filsafat adalah ‘membicarakan tentang hakikat objek filsafat, atau hakikat tentang ‘apa’ filsafat itu, atau hakikat filsafat itu sendiri, atau hakikat ‘segala sesuatu’, atau struktur filsafat’. Beberapa contoh permasalahan berikut yang merupakan bagian dari ontologi filsafat, antara lain:(1) apakah ilmu? (2)Apakah yang ditelaah ilmu?,(3)Apa objek kajiannya?,( 4)Bagaimanakah yang menjadi objek kajiannya?
a.Ontologi (What is)
Ontologi adalah membicarakan tentang hakikat objek, hakikat ‘apa’, hakikat ‘segala sesuatu’. Jadi, hakikat ontologi filsafat adalah ‘membicarakan tentang hakikat objek filsafat, atau hakikat tentang ‘apa’ filsafat itu, atau hakikat filsafat itu sendiri, atau hakikat ‘segala sesuatu’, atau struktur filsafat’. Beberapa contoh permasalahan berikut yang merupakan bagian dari ontologi filsafat, antara lain:(1) apakah ilmu? (2)Apakah yang ditelaah ilmu?,(3)Apa objek kajiannya?,( 4)Bagaimanakah yang menjadi objek kajiannya?
b.Epistomologi (How to Get?)
Epistemologi adalah cara atau metode atau prosedur dalam memperoleh pengetahuan. Jadi, hakikat epistemologi filsafat adalah ‘suatu cara atau metode atau prosedur dalam memperoleh pengetahuan filsafat yang bisa dipertanggungjawabkan’. Menurut Anton Bakker, dalam bukunya tentang ‘Metode-Metode Filsafat’ (1984) dijelaskan, bahwa dalam hal metode penelitian filsafat sering dicampuradukkan dengan metode-metode penelitian ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, ilmu sejarah, ilmu politik, ilmu psikologi, ilmu agama, ilmu pendidikan dan sebagainya, hal ini tentu kurang tepat.
Epistemologi adalah cara atau metode atau prosedur dalam memperoleh pengetahuan. Jadi, hakikat epistemologi filsafat adalah ‘suatu cara atau metode atau prosedur dalam memperoleh pengetahuan filsafat yang bisa dipertanggungjawabkan’. Menurut Anton Bakker, dalam bukunya tentang ‘Metode-Metode Filsafat’ (1984) dijelaskan, bahwa dalam hal metode penelitian filsafat sering dicampuradukkan dengan metode-metode penelitian ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, ilmu sejarah, ilmu politik, ilmu psikologi, ilmu agama, ilmu pendidikan dan sebagainya, hal ini tentu kurang tepat.
Pertanyaan yang menyangkut
wilayah ini antara lain: (1) Bagaimana proses yang meyakinkan ditimbanya
pengetahuan menjadi ilmu? (2) Bagaimana prosedurnya,metodologinya? (3) Hal-hal
apa yang harus diperhatikan agar
mendapat pengetahuan dan ilmu?
c .Aksiologi
Aksiologi adalah ilmu yang membahas tentang ‘hakikat fungsi, atau manfaat filsafat bagi kehidupan dalam segala aspeknya, atau nilai pragmatis, atau aspek kemaslahatan bagi kehidupan ummat manusia’. Jadi, hakikat aksiologi filsafat, adalah ‘fungsi atau manfaat filsafat bagi kehidupan ummat manusia dalam proses kehidupan sehari-hari, untuk mencapai kualitas kehidupan dalam segala aspeknya’. Berdasarkan banyak literatur filsafat, penulis dapat mengelompokkan tentang fungsi atau kegunaan filsafat (aksiologi filsafat), menjadi dua antara lain: fungsi atau kegunaan secara umum; dan fungsi atau kegunaan secara khusus.Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: (1)Untuk apa ilmu itu digunakan? (2)Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan dan ilmu tersebut?
c .Aksiologi
Aksiologi adalah ilmu yang membahas tentang ‘hakikat fungsi, atau manfaat filsafat bagi kehidupan dalam segala aspeknya, atau nilai pragmatis, atau aspek kemaslahatan bagi kehidupan ummat manusia’. Jadi, hakikat aksiologi filsafat, adalah ‘fungsi atau manfaat filsafat bagi kehidupan ummat manusia dalam proses kehidupan sehari-hari, untuk mencapai kualitas kehidupan dalam segala aspeknya’. Berdasarkan banyak literatur filsafat, penulis dapat mengelompokkan tentang fungsi atau kegunaan filsafat (aksiologi filsafat), menjadi dua antara lain: fungsi atau kegunaan secara umum; dan fungsi atau kegunaan secara khusus.Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: (1)Untuk apa ilmu itu digunakan? (2)Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan dan ilmu tersebut?
VII. Substansi
Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001)
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1)
fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika
inferensi.
1.Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam,
bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
-Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang
nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
-Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan
mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori
korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua,
menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem
nilai.
-Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata,
bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
-Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu
yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
-Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang
berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang
fakta obyektif dan fakta ilmiah.
Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan
obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah
merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang
dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta
ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan
teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang
diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran.
Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi,
korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982).
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan
antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi
dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai.
Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran
transendental.
b.Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu
itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian
sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara
fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan
aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang
teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan
aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang
spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
e.Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep
kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif.
Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika
Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu
proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak
dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan
perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi,
analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada
korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan
struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi
eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk
yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat
ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi
absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah
dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan
postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk
mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif,
ataupun reflektif.
4.Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
VIII.Pengembangan dan Penerapan Teori
Pengetahhuan dalam kehidupan manusia membawa kecenderungan berpikir bahwa ilmudan teknologi dapat menyelesaikan
segala-galanya. Padahal terlalu sering terjadi bahwa problem yang ditimbulkan
oleh penerapan ilmu pengetahuan
dan pemanfaatan teknologi dalam kehidupan
manusia sehari-hari bukanlah
problem-problem teknis ilmiah, melainkan problem yang mempunyai kandungan moral.Masyarakat
hidup dari, dengan, dan melalui hasil-hasil ilmu pengetahuan, tetapi ada sebuah jurang ilmu pengetahuan dan teknologi yang mungkin membuat semua
pencapaian material dan ( sebagian ) yang non-material di sekitar kita.
Kemajuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dalam beberapa dasawarsa terakhir
ini serta keberhasilan menerapkan menerapkan pandangan-pandangan dan
temuan-temuannya, bukanhanya memperluas cakrawala dan memperdalam
kepahaman manusia mengenai alam semesta,tetapi juga telah
meningkatkan kemampuan kontrol manusia ataskekuatan alam bahkan atas kesadaran
manusia lainnya. Kemajuan ilmu pengetahuan telah memberikan kepadamanusia
kekuasaan yang semakin besar atas realitas.Tidak dapat disangkal bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi membawa juga bersamanya berbagai problem baru yang
memprihatinkan yang menuntut kehendakuntuk menyelesaikan, serta sering kali
tidak tertunda.
S E L E S A I
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusberantakan sih,msh tahap belajar post menggunakan google docs, semoga bermanfaat
BalasHapusiyh bu
BalasHapusbagus Bu makasih
BalasHapus