media dan sumber belajarnya sugianti bisri

Perayaan Kartini Itu Bukan Sekedar Pawai Mengenakan Kebaya!

Sugianti Bisri | Kamis, April 21, 2016 |
Anak pertamaku , ingin mengenakan  pakaian tentara  di hari perayaan  Kartini yang akan diselenggarakan besok, Jumat,22 April 2016 . Saya bilang, "Nggah usah! Pakai seragam hari jumat saja."  Dari zaman playgrup kakak sudah pernah pakai baju tentara, pilisi, dan ketika kelas satu pakai baju dokter, kelas dua kemaren polisi lagi.

(Perayaan Kartini Saat Kakak di TK B)

Saya mengingatkan dia agar tidak kebablasan  “kelirunya” dalam pemaknaan perayaan Kartini. Kartini mengenakan kebaya karena ia terlahir sebagai perempuan jawa dan semua perempuan jawa mengenakannya pada masa itu, bukan hanya Kartini.

Perayaan kartini bukan dilihat dari kostum yang kita pakai di hari ulang tahunnya. Ingat sayang, yang membuat Kartini itu istimewa dari perempuan-perempuan pada masa itu,   Kartini  di kenal hebat hingga ke negara-negara lain karena  kepiawaian kartini dalam MENULIS, ia telah merubah kehidupan perempuan yang menurut  beliau  kaum wanita itu penuh dengan kehampaan, kegelapan, ketiadaan dalam perjuangan yang tidak lebih sebagai perabot kaum laki-laki yang bekerja secara alamiah hanya mengurus dan mengatur rumah-tangga saja.

Kartini tidak bisa menerima keadaan itu, walaupun dirinya berasal dari kaum bangsawan, namun tidak mau ada perbedaan tingkatan derajat, Kartini sering turun berbaur dengan masyarakat bawah yang bercita-cita merombak perbedaan status sosial pada waktu itu, dengan semboyan, “Kita Harus Membuat Sejarah, Kita Mesti Menentukan Masa Depan Kita yang Sesuai Keperluan Kita Sebagai Kaum Wanita dan Harus Mendapat Pendidikan Yang Cukup Seperti Halnya Kaum Laki-Laki.” Semua itu ia ungkapkan dalam tulisan, kemudian tulisannya dikumpulkan menjadi buku  yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”

Kalau teman-teman kakak mau pakai pakaian ala Kartini  atau pakaian profesi lainnya ya silakan. Yang lain juga berhak atas pakaian pilihannya. Ketika ia masih playgrup hingga kelas dua SD saya ikuti keinginannya sebagai bentuk untuk mengikuti tren saja, ajar ia tidak minder dengan teman-temannya. Namun diusianya yang sudah delapan tahun, ia harus mempunyai dasar yang kuat dalam setiap pilihan yang akan ia jalani. Akhirnya di kakak enjoy-enjoy saja. Ia bisa menerima penjelasan dari mamanya.

(Kalau adek masih TK A, jadi biarin aja ya)

Untuk bisa mengenang Kartini kita tidak harus mengenakana kebaya atau pakaian adat lainnya. Dengan meneruskan apa yang menjadi cita-cita Kartini, itu sudah menjadi salah satu wujud peringatan dan penghargaan pada pahlawan wanita tersebut.

Bagaimana jika kita memperingati Kartini dengan gaya yang berbeda, mengenakan kebaya juga tidak masalah, tapi ditambahkan dengan menyertakan lomba menulis. Jika satu perempuan Indonesia menghasilkan satu tulisan di hari Kartini, bisa kita bayangkan Berapa ribu tuisan yang bisa dihasilkan setiap tahunnya? Belum lagi kartono-kartononya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar