Anak pertamaku , ingin mengenakan pakaian tentara di hari perayaan Kartini yang akan diselenggarakan besok,
Jumat,22 April 2016 . Saya bilang, "Nggah usah! Pakai seragam hari jumat saja."
Dari zaman playgrup kakak sudah pernah
pakai baju tentara, pilisi, dan ketika kelas satu pakai baju dokter, kelas dua
kemaren polisi lagi.
(Perayaan Kartini Saat Kakak di TK B)
Saya mengingatkan dia agar tidak kebablasan “kelirunya” dalam pemaknaan perayaan Kartini.
Kartini mengenakan kebaya karena ia terlahir sebagai perempuan jawa dan semua
perempuan jawa mengenakannya pada masa itu, bukan hanya Kartini.
Perayaan kartini bukan dilihat dari kostum yang kita pakai di
hari ulang tahunnya. Ingat sayang, yang membuat Kartini itu istimewa dari
perempuan-perempuan pada masa itu, Kartini di kenal hebat hingga ke negara-negara lain
karena kepiawaian kartini dalam MENULIS, ia telah merubah kehidupan
perempuan yang menurut beliau kaum wanita itu penuh dengan kehampaan,
kegelapan, ketiadaan dalam perjuangan yang tidak lebih sebagai perabot kaum
laki-laki yang bekerja secara alamiah hanya mengurus dan mengatur rumah-tangga
saja.
Kartini tidak bisa
menerima keadaan itu, walaupun dirinya berasal dari kaum bangsawan, namun tidak
mau ada perbedaan tingkatan derajat, Kartini sering turun berbaur dengan
masyarakat bawah yang bercita-cita merombak perbedaan status sosial pada waktu
itu, dengan semboyan, “Kita Harus Membuat Sejarah, Kita Mesti Menentukan
Masa Depan Kita yang Sesuai Keperluan Kita Sebagai Kaum Wanita dan Harus
Mendapat Pendidikan Yang Cukup Seperti Halnya Kaum Laki-Laki.” Semua itu ia ungkapkan dalam tulisan,
kemudian tulisannya dikumpulkan menjadi buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”
Kalau teman-teman kakak mau pakai pakaian ala Kartini atau pakaian profesi lainnya ya silakan. Yang
lain juga berhak atas pakaian pilihannya. Ketika ia masih playgrup hingga kelas
dua SD saya ikuti keinginannya sebagai bentuk untuk mengikuti tren saja, ajar
ia tidak minder dengan teman-temannya. Namun diusianya yang sudah delapan
tahun, ia harus mempunyai dasar yang kuat dalam setiap pilihan yang akan ia
jalani. Akhirnya di kakak enjoy-enjoy saja. Ia bisa menerima penjelasan dari
mamanya.
(Kalau adek masih TK A, jadi biarin aja ya)
Untuk bisa mengenang Kartini kita tidak harus mengenakana
kebaya atau pakaian adat lainnya. Dengan meneruskan apa yang menjadi cita-cita
Kartini, itu sudah menjadi salah satu wujud peringatan dan penghargaan pada
pahlawan wanita tersebut.
Bagaimana jika kita memperingati Kartini dengan gaya yang
berbeda, mengenakan kebaya juga tidak masalah, tapi ditambahkan dengan
menyertakan lomba menulis. Jika satu perempuan Indonesia menghasilkan satu
tulisan di hari Kartini, bisa kita bayangkan Berapa ribu tuisan yang bisa
dihasilkan setiap tahunnya? Belum lagi kartono-kartononya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar