Menjadi orang kecil itu susah. Itu yang saya rasakan sekarang
ini. Pemerintah tidak pernah menghargai orang yang jujur. Mereka yang bertopeng
dan penuh kebohongan akan selamat, dan pada akhirnya dapat menikmati kue pemerintahan ini.
Tahun 2002 saat dua departemen mengadakan tes bersamaan,
karena jadwal tes ternyata bersamaan saya memilih tes di dinas tempat saya
honor. Begitu pengumuman nama saya tercantum di departemen yang satunya. Saya
diadukan masyarakat karena dituduh menggunakan joki. Meskipun pada akhirnya
tidak terbukti ( karena bangku yang tertera nomer peserta saya memang kosong)
saya juga merasa kecewa. Bisa dinilai sendiri, apakah peristiwa ini bisa
dianggap sebagai kebetulan?
Juni 2005 saya yang sudah berstatus menjadi guru bantu
sekolah negeri pindah ke Jakarta mengikuti tugas suami. Status Guru Bantu saya
terputus karena saya melapor secara resmi ke LPMP pusat. Sejak itu saya tidak
menerima pembayaran lagi. Mulai dengan honor lagi. Karena saya ingin
membahagian almarhum ayah saya yang ingin sekali salah satu anaknya menjadi
guru.
Tahun 2007 ada pengangkatan Guru Bantu secara besar-besaran.
Saya ditelepon oleh pihak sekolah dimana tempat saya mengajar dahulu bahwa nama
saya termasuk dalam daftar nama yang diterima CPNS. Karena saya sudah terlanjur
bekerja di DKI dan saya juga sudah mengundurkan diri, saya rasa itu bukan hak
saya lagi. Saat itu juga saya putuskan untuk tidak kembali ke kampung. Saya
berpikir sendiri, laporan saya dua tahun yang lalu bagaimana?
Tahun 2012 saat pendataan guru honorer untuk tes CPNS, saya
menyertakan pengalaman kerja dari tahun 2003 menggunakan SK guru bantu karena
menurut saya payung hukum lebih kuat. Lulus pemberkasan setelah masa sanggah sehingga
masuklah dalam kelompok honorer K2. Tanggal 3 November 2013 tes, saat
pengumuman 10 febuari 2014 saya dinyatakan lulus dan diumumkan resmi di web
BKN. Setelah masa sanggah kedua yang cukup lama (melebihi ketentuan yang seharusnya 48
hari) karena banyak yang memanipulasi data saya tidak pernah mendapat
panggilan. Wajar kalau saya merasa aman.
Namun kenyataan pahit kembali terjadi. Tanggal 28 Agustus
2015 Setelah proses penetapan NIP selesai dan saya mengecek ke BKN disana saya
dapat info kalau berkas saya dibatalkan karena pengalaman kerja dari daerah.
Duh….Gusti. Kok amburadulnya negeri ini.
Bukankah dasar hukum pengangkatan K2 itu sudah jelas, kalau memang saya dan
teman-teman lainnya yang mempunyai pengalaman kerja dari daerah tidak bisa
diproses kenapa tidak dibatalkan saat pemberkasan dulu. Setelah melalui proses
yang panjang, penantian yang melelahkan belum lagi perbaikan berkas yang ribuan
kali pada akhirnya kami di bunuh secara sadis.
Saya dan teman senasib lainnya tidak punya kuasa. Hanya bisa
mengkonfirmasi untuk mencari keadilan mulai dari jajaran yang paling rendah
sampai pejabat yang berwenang. Jawaban final sudah saya dapat, setelah diberi
kesempatan bicara 5 menit dengan pak Ahok , begitu lemas dan serasa ingin mati.
Jawabannya sederhana, “memang berkas yang dari daerah tidak bisa diproses”. Duh
pak Ahok kalau mau jujur hati ini begitu sakit, saya dan teman-teman ini
mengajukan data yang sebenar-benarnya. Siapa yang disalahkan atas peristiwa
yang menimpa kami. Dimana pejabat tinggi yang dulu pernah saya tanya mengenai
pengalaman kerja yang saya lampirkan?
Jika mereka yang disanggah/dilaporkan ribuan kali karena
melakukan kecurangan pada akhirnya bisa lolos, kenapa kami tidak tidak diberi
kesempatan untuk mendapatkan hak yang seharusnya kami dapatkan. Jika pembatalan
kami karena kebohongan bisa diterima, tapi ini bisa jadi kesalahfahaman. Ibarat
permainan, saat klimaks terjadi kami dipaksa untuk selesai. Sakitnya tuh di
sini pak!!
Apalah kami, jika bapak sudah memutuskan begitu, kami harus
memaklumi. Paling tidak ada kejelasan lah untuk saya dan teman-teman. Kalau
tidak mendapatkan kehidupan beri kami surat kematian. Sebagai bukti kepada
keluarga kalau memang ada dasar pembatalan yang jelas tetang status kami. Kami
mendaftar secara resmi, kami lulus tes juga diumumkan secara resmi, jika ada
pembatalan atas diri kami seharusnya juga ada pemberitahuan secara resmi mengingat
ini hajat Negara. Apapun keputusannya harus secara kedinasan. Bukan keputusan
sepihak, agar anak-anak kami kelak tidak mempertanyakan “ apakah orang tuanya
segitu bodoh, kok muka sudah pada kendor masih tetap menjadi guru honor?”. (Mohon jangan ditanggapi sebagai bentuk ketidakberterimaan
kami pak, hanya berkeluh kesah agar hati ini bisa lega)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar