UN tingkat
SMU/SMK belum sepekan berlalu,berbagai media menanyangkan prilaku siswa yang
mengundang perhatian masyarakat sekitar. Puluhan pelajar di Kendal tertangkap sedang
asyik berbuat mesum di kamar hotel yang berada di tempat wisata usai mengikuti
ujian nasional (UN). Pelajar tersebut dengan malu-malu mengaku menyewa hotel untuk
berbuat mesum dan melakukan hubungan layaknya suami isti dengan alasan untuk
melepas ketegangan usai melaksanakan UN. Lima sekolah di Tanggerang terlibat dalam aksi tawuran yang
menewaskan Ahmad Arifin (17) siswa SMK PGRI 2 di Cikokol, Kota Tangerang pada
Senin 6 April 2015 kemarin. Di Medan,puluhan pelajar diberitakan melalukan
konvoi di jalanan usai pelaksanaan UN,mereka tidak hanya menggelar aksi coret-coret
pakaian seragam, diantara mereka ada
yang melalukan tindakan asusila, peluk-pelukan,gendong-gendonga,bahkan tangannya
gerayangan saat menyemprot cat ke baju temannya yang perempuan.
Aksi
mereka diliput berbagai media terdepan di negeri ini dan mengundang berbagai
tanggapan dari semua kalangan. Sangat miris sekali,sebagian besar tangapan yang
saya baca dari komentar-komentar yang ada di media social menuduh guru yang
bertanggung jawab terhadap prilaku ini. Kemana nih gurunya,mundur saja jadi
pendidik kalau tidak becus mendidik anak orang,makan gaji buta tuh
guru-gurunya, dan komentar-komentar pedas lainnya. Meskipun ada beberapa yang
bersikap arif,dengan tidak menyalahkan sepenuhnya pada guru terhadap apa yang
dilalukan mereka di luar jam sekolah.
Aksi
coret-mencoret seragam ini bukanlah aksi yang pertama kalinya di negeri ini.
Yang menjadi kekhawatiran banyak pihak adalah penanganan secara serius terhadap
permasalahan ini. Saya yakin jauh sebelum pelaksanaan UN,pihak sekolah telah
mengantisifasi hal ini. Selain mempersiapkan siswa menghadapi UN,sekolah juga
tak bosan-bosannya mengingatkan pada siswa agar apa yang sudah menjadi tradisi
sebagian remaja ini tidak terjadi pada anak didik mereka.
UN yang
merupakan hajatan dinas kependidikan setiap tahunnya,sudah dipersiapkan
sedemikian rupa oleh tenaga-tenaga pendidikan yang berhadapan langsung dengan
siswa di lapangan. Berbagai kegiatan yang membentuk karakter positif anak kian
hari kian digalakkan,bahkan sejak mereka tercatat sebagai siswa baru disekolah
tersebut. Selain menegakkan disiplin,seperti datang dan pulang tepat
waktu,mengenakan seragam sesuai dengan ketentuan sekolah,pihak sekolah juga
sudah banyak yang menerapkan program PPC (Program Pagi Ceria). Disini siswa
menjalin interaksi dengan seluruh guru yang ada di sekolah. Dengan menyapa
anak-anak yang sudah siap belajar di gerbang sekolah,selain membuat perasaan
senang pada siswa (karena kehadirannya di sekolah disambut lanyaknya tamu)
mereka merasa dihargai dan guru juga bisa mengetahui kondisi siswanya pada saat
itu. Anak yang sedang dalam masalah,bisa ditangani sedini mungkin sebelum ia
siap ke kelas untuk belajar.
Setiap
tahun ajaran baru guru membentuk Pokjar (Kelompok Belajar) yang bukan sekedar
kelompok belajar biasa. Dalam Pokjar ini hendaknya melibatkan peran serta orang
tua siswa untuk mengawasi kegiatan anaknya dalam mengerjakan tugas-tugas
sekolah. Pokjar yang dibentuk diresmikan dan diketahui pihak sekolah dan
komite. Pokjar dibentuk dengan mengutamakan silaturahmi antar orang tua peserta
didik. Anak yang ditinggal dilingkungan yang berdekatan,dibuat satu
kelompok,orang tua yang mempunyai fasilitas untuk menampung siswa sebayak 6-7
orang dipercaya sebagai ketuanya. Kemudian orang tua ini akan memberikan
laporan kepada sekolah melalui wali kelas,apa saja yang dilakukan siswa,tugas
apa yang dikerjakan,siapa yang tidak hadir pada waktu itu,siapa yang tidak bisa
menyelesaikan tugas dengan baik,untuk mendapat tindak lanjut dari walikelas dan
guru BP nya.
Pembinaan
secara individu oleh walikelasnya pada anak-anak yang terlihat cenderung
mengarah pada hal-hal yang bersifat negative. Dalam hal ini,guru bisa melakukan
kerjasama dengan orang tua,sharing diantara keduanya dapat membantu penanganan
siswa sejak dini. Dengan catatan,wali murid harus jujur pada guru tentang apa
dan bagaimana prilaku anak dirumah. Tidak ada unsur menutup-nutupin kenakalan
anak.
Kegitan
Ektrakulikuler yang dikembangkan memperhatikan bakat dan kepeminatan siswa
disekolah masing-masing,sehingga tidak ada perasaan terpaksa pada diri mereka
ketika mereka harus memilih salah satu Ekskul yang ada di sekolah.
Menjalin
hubungan kekeluargaan dengan para alumni juga merupakan hal yang bisa
menumbuhkan motivasi pada diri siswa. Seperti Ikatan Alumni SMPN 84 Jakarta
yang selalu siap mendampingi dan mengikuti kegiatan sekolah untuk memotivasi
generasinya. Mereka rutin mengadakan bakti social,santunan anak yatim setiap
idul fitri,penyembelihan kurban di hari raya idhul adha,dan memberikan
penghargaan pada siswa yang meraih peringkat sepuluh besar pararel setiap
tahunnya. Para alumni yang telah sukses dalam bidang pekerjaannya menjadi
donator tetap pada setiap kegiatan siswa untuk menunjang kemajuan mereka di
bidang pendidikan.
Kebijakan
pemerintah yang menerima siswa dari jalur local sebesar 45% salah satunya
adalah memberikan kesempatan pada warga yang berada disekitar sekolah untuk
memperoleh pendidikan yang lebih dekat dari tempat tinggalnya. Selain untuk
mengurangi kemacetan,mempermudah para orang tua untuk melakukan pengawasan pada
putra putrinya. Tidak dipungkiri,lingkungan sekolah merupakan tempat yang strategis
bagi kalangan pengusaha untuk membuka warnet,kafe dengan fasilitass wifi,atau
tempat tempat nongkrong lainnya seperti studio music dll. Dengan demikian,peluang siswa untuk
nongkrong di tempat tempat tersebut akan lebih terpantau.
Sekolah, teman sebaya,lingkungan masyarakat,dan
keluarga merupakan contoh dari struktur kehidupan dasar yang paling mempengaruhi diri seseorang. Ketiga struktur dasar yang telah menjalankan
perannya dengan baik tidak akan merubah prilaku siswa jika factor keluarga (factor
yang paling krusial) tidak nyaman bagi diri si anak. Pernyataan ini diperkuat
oleh De
Klerk (dalam simanjutak) beliau mengemukakan,keluarga
memberikan hubungan dasar bagi kehidupan yang merupakan pondasi integrasi
antara perseorangan dan pergaulan hidup. Dalam hal ini,orang tua perlu
menjalin interaksi yang harmonis. Jalin komunikasi yang baik pada putra
putrimu. Kalian bisa saja menanggap mereka sudah dewasa,bisa mimilih mana yang
baik dan mana yang buruk,tapi kehidupan di sekitar mereka begitu banyak yang
menjanjikan kebahagian yang bahkan tidak mereka peroleh dari orang tuanya,
Sediakan waktu untuk sekedar berbicara dari hati ke hati apa yang mereka
ingikan,apa yang sedang mereka pikirkan,jangan biarkan mereka mencari solusi
dengan masalah yang mereka alami. Ayah dan bunda,dekatilah mereka layaknya
sahabat,berilah anak-anakmu pemahaman tentang kehidupan di dunia,berbagilah
pengalamanmu menjalani hidup,jangan biarkan dia belajar dari pengalamannya
sendiri. Peran orang tua begitu penting dalam menciptakan calon-calon manusia
yang tangguh,akan tetapi hubungan orang tua dengan remaja banyak disertai
hambatan yang menimbulkan jarak bagi keduanya. Minimalkan jarak antara orang
tua dan anak,ketika mereka sudah menginjak remaja,mereka bukan anak-anak yang
harus didik dengan kekerasan dan paksaan. Pendekatan dan komunikasi yang baik
akan menjadikan mereka lebih nyaman berbagi tentang kehidupan mereka pada orang
tuanya.
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi
yang begitu pesat membuat tugas orang tua dan guru semakin berat. Lingkungan
pergaulan anak tidak hanya di dunia nyata. Kita bisa memantau gerak anak-anak
kita di dunia nyata,bagaimana dengan kehidupannya di dunia maya mereka? Untuk itu,sebagai orang tua dan guru harus
mengimbangi kecanggihan teknologi yang dikuasai anak-anak kita. Jadilah teman mereka di dumai,dengan begitu
aktifitas mereka tetap terpantau. Sekolah juga dapat memanfatkan media sebagai
sarana interaksi dengan orang tua dan siswa. Bentuk grup-grup yang mejadi
sumber informasi pada anak-anak dan orang tua dengan fasilitas media social,seperti
BBM,WhatsApp,Face Book,atau media yang
lain. Dengan demikianin informasi mengenai kegiatan dan perkembangan anak tetap
terjalin antara pihak sekolah dengan orang tua meskipun sibuk dengan rutinitas
masing-masing.
Keterlibatan semua pihak akan membangun
pendidikan yang baik bagi anak. Kita
persiapkan anak-anak kita di pendidikan dasar yang akan menghadapi ujian,ubah
pemikiran mereka yang menganggap bahwa UN adalah momok yang menakutkan. Usai UN
tak perlu mengadakan perayaan dalam bentuk apapun. Ambil kegiatan positif yang
bisa dijadikan contoh pada mereka,seperti mengumpulkan baju seragam yang layak
pakai untuk diberikan pada orang yang membutuhkan. Refresing bareng dengan
teman-teman Pokjar atau kegiatan yang lainnya. UN bukan akhir dari rutinitas
pembelajaran,setelahnya mereka masih dihadapkan pada persaingan di dunia luar.
Sumber bacaan,Perkembngan
Psikologi Anak (Hurlock,B. Elizabeth 1998)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar