Menikmati Senja di Jembatan Cinta
Kecintaan pada
dunia air,membawa langkahku dan beberapa temanku ke pulau ini. Pulau dengan
luas 109 hektar ini terkesan begitu asri,pemukiman penduduk berjajar rapi
disepanjang jalan setapak yang menghubungkan wilayah ini. Pulau kecil yang
hanya dihuni 50 orang/hektar ini
menjadikan suasana disini begitu asri,menjanjikan sejuta mimpi bagi
wisatawan yang ingin berakhir pekan di sini.
Setibanya
disini,kami langsung menuju homestay yang disediakan travel yang kami percaya.
Untuk mencapai lokasi itu,kami disediakan sepeda masing-masing. ”Lama ga goes-goes,
gubrak di jalananan ga nih?” pikirku dalam hati.
Jalan setapak
yang dibuat dari susunan papingblok ini lumayang legang,hanya beberapa motor
yang melintas,karena penduduk disini mayoritas menggunakan sepeda. Pelan-pelan
ku goes sepedaku,beban dipundakku cukup membuat oleng kala berpapasan dengan
pesepeda yang lain. Awal perjalanan yang membuat berkeringat,bukan karena
jauhnya perjalanan,tapi karena ketegangan,lupa bagaimana bersepeda. Tak kurang
dari lima belas menit,kami tiba dirumah yang langsung menghadap ke
pantai,dengan halaman parkir yang memuat 20 sepeda dan teras rumah dilengkapi
meja besar dan beberapa kursi.
Buru-buru
kuletakkan tas ranselku,kedua anakku juga langsung menuju kamar.
“Alhamdulilah,ada AC nya di kamar” guman si kakak. Mendapati kamarnya yang ber
AC. Tubuhnya yang sedikit berlemak,membuatnya tidak nyaman tidur tanpa
pendingin udara. Kami sekeluarga menempati satu kamar yang lumayan besar dengan
fasilitas layaknya wisma lah.
*******
Hidangan
makanan siang tlah siap, nasi kotak dan
air minum mineral gelas. Selepas merapikan barang bawaan dikamar
masing-masing,kami langsung menikmati menu yang tersedia. Ayam goreng,sambel
terasi,capcay,dan kerupuk ikan produksi lokal sepertinya. Lumayanlah untuk
menghilangkan rasa lapar,selama tiga jam dikapal tidak berani makan apa-apa.
Ombaknya gede banget,khawatir malah bikin perjalanan ga nyaman. Kulihat semua
temanku juga melakukan hal yang sama,mereka menghabiskan makan siangnya sambil
sesekali bercengkrama. Aku menikmati makan siangku nyambi nyuapin si
bungsu,makannya pelan. Butuh 33 kali kunyah dalam satu suap,he…he….jadi kudu
super sabar kalau sudah berhadapan dengan aktifitas yang satu ini.
Tak ingin
berlama-lama di penginapan,kami segera mempersiapkan diri ke pantai usai sholat
dhuzur. Lagi-lagi harus menggoes roda dua pinjamanku. Katanya sih ga
jauh……sekitar sepuluh menit dari sini. Si adek dibonceng papanya,si sulung goes
sendiri bersama yang lainnya. Sejuk sekali disini,kanan jalan berbatasan
langsung dengan pantai yang ditumbuhi pohon disepanjang jalan,kiri jalan rumah
penduduk dan beberapa penginapan. Asri dan tanpa polusi. Bener….rupanya memang
tak begitu jauh,baru beberapa menit menggoes,sudah terlihat keramaian orang.
Wow…………Rupanya
diparkiran sudah berjajar ratusan sepeda
dengan rapi. “Penitipan sepeda 2000” begitu tulisan di triplek yang dipaku
dipohon kelapa itu. Disampingnya berjajar dua orang petugas parkir berpakaian
sipil yang mengawasi dan menangani retribusi. Yang menarik lagi,dari ratusan
sepeda yang ada disini cuma ada tiga warna sepeda,hijau,pink,dan hitam.
Sebagian besar dari sepeda itu bertuliskan “ROHANA” dan Haji ROHALI”. Rupanya
sepeda yang ada disini dikelola oleh beberapa pemilik yang direntalkan 15.000/hari
pada wisatawan. 18 sepeda yang kami tumpangi dibariskan rapi dan diikat tali rapiah supaya gampang
mengenali. Begitu kata penjaga disini.
Usai
mengamankan sepeda,kamipun berhamburan dipantai yang telah dipadati pengunjung
sebelumya. “Ma,aku mau naik perahu.” Kata si sulung sambil menunjuk ke perahu
karet yang dilengkapi dayung “Aku mau main pasir aja,aku udah bawa cedokan.”
Adeknya menimpali. Aku hanya mengiyakan saya keinginan mereka. Disebelah sana
temen-temen kantorku terlibat pembicaraan serius dengan petugas penyewaan alat
snorkling. Agaknya mereka sudah tidak sabar menikmati pemandangan di kedalaman
pantai.
Suamiku siap dengan perahu karet
sewaannya menuju ke tempat aku meletakkan pantatku sambil menemani si kecil
bermain pasir. Badannya sudah basah kuyub,terlebih dahulu sudah diceburakan ke
air sebelum asik dengan gundukan pasirnya. “Dek,ikutan naik perahu tuh,asik
banget si kakak sama papa. Ada
dayungnya.” Ujarku pada sikecil yang tidak menggubris lagi ajakan kakaknya yang
berteriak-teriak.
“Eh….perahunya gambar penguin.”
Tambahku lagi. Dia mulai melalingkan mukanya ke arah yang kumaksud,dan langsung
mengangkat pantatnya. “Iya,Ikutan ya.”
Sahutnya. Karena kapasitasnya hanya 3 orang,aku terpaksa tinggal ditempat.
“Kesempatan untuk bergabungdengan teman-temanku nih”. Pikirku.
“Ikutan Yuk!” ajak temenku dari
kejauhan,begitu mendapati aku menuju kea rah mereka.
“Perahu yang menuju ke tengah laut
jumlahnya terbatas,semuanya sudah tersewa,kalaupun mau menunggu,belum tentu pengemudinya
mau balik kesana lagi. Kalo mau ikutan snorkling,kita jalan kaki pelan-pelan ke
sana. Sebelum itu kita naik banana dulu ya.” Jelasnya lagi.
“Aku ikutan naik banana aja
deh,snorklingnya besok pagi aja kita bisa pesan dari sekarang. Aku langsung
mengenakan pelampung yang disodorkan ke arahku. Tak butuh waktu yang lama,aku
segera meluncur ke pantai,menyusul yang lain nangkring di bananaboat. Muatannya
hanya lima orang,jadi kami membutuhkan tiga boat untuk berselancar.
“Mau dijatuhin atau enggak mbak?” Tanya
petugas pantai sebelum memulai tugasnya.
“Maksudnya gimana nih?” tanyaku bingung
“Kalo mau diceburi,setelah keliling
nanti pas dipenghujung perjalanan banana kita lempar,pemumpang sengaja
dijatuhin. Kalo ga mau,berarti jalan seperti biasa aja mbak.” Ujarnya lagi
menjelaskan
“Mau lah kalo gitu,seru juga
kelihatannya.” Sahutku
“Jangan ah,takut oi….aku kan ga bisa
berenang.” Sahut yang lain
“Ya udah mbak,berkelompok aja,yang mau
dijatuhin gabung ke sini,yang ga mau pindah kesana.” Jelas petugas itu
memberikan pengarahan
Alhasil dua boat siap dijatuhkan,yang
satunya ga mau basah. Petualangan pun siap dimulai.
Wow.!!!
Seru bangetttttt………Sekitar lima belas
menit bananaboat yang kami tumpangi berselancar. Melintasi lengkungan jembatan
cinta menuju laut lepas,kemudian berputar dan mengambil arah searah jarum jam
ke laut lepas yang lain. Tak mau kehilangan momen seru ini,kamipun berfoto-foto
ria hasil cepretan pemandu yang berada di motor boat yang menarik kami. Luar
biasa…”Lupakan sejenak RPP,lupakan sejenak Pramuka,……….nikmati petualangan di
jembatan cinta”. Teriak teman-temanku dengan kerasnya.
Situasi berasa makin tegang,tatkala
banana yang kami tumpangi semakin kencang melanju,dan……..byuuuurrrrr……
Semua penumpang tumpah dilautan,ada
yang batuk-batuk karena tertelan air,ada yang tenggelam karena ga bisa
berenang. Berlahan-lahan situasi pun teratasi,kami berjalan ketepian,ga begitu
dalam kok,hanya sedada orang dewasa. Refres sejenak pikiran,lepas semua
kepenatan.
******
Usai berbabana ria,aku menghampiri
keluarga kecilku. Dari kejauhan kulihat perahu karet mereka didayung menepi.
Petugas penyewaan sudah melambai-lambaikan tangannya. Hemmm…..perasaan belum
ada satu jam deh,pikirku. Aku meletakkan bokongku dimana si adek meningalkan
peralatan penggali pasirnya. Belum sampai merapat si kakak sudah menceburkan
diri lagi,begitupun si adek langsung ambil posisi dengan kesibukannya yang ia
tinggalkan tadi.
Kini giliranku mengawasi anak-anak.
Suamiku ijin menepi dengan teman sekantorku mencari posisi yang enak untuk
memancing. Kalau sudah begini,mereka tak kenal waktu. Sebelum umpan abis ga
akan lengser dari tempatnya. Kulihat termos yang dibawanya dari Jakarta berisi
udang dan cumi segar yang dibekukan.
Aku tetap ditempatku semula tak kala
mereka berdua jauh memunggungi kami. Kulihat anak-anak sangat menikmati
kesibukannya masing-masing. Akupun mengambil posisi rebahan dikursi pantai yang
tak jauh dari tempatku. Dari balik kacamata hitamku, kuamati kesibukan
wisatawan yang berkunjung kemari. Sebagian dari mereka adalah pasangan muda
mudi yang lagi gandung-gandrungnya memadu kasih. Mereka juga tak segan-segan
berenang dengan pasangannya. Berpelukan,sesekali mencium pipi pasangannya. “Toh
ga ada yang kenal ini.” Begitu kali pikir mereka. Kalau ditaksir paling mereka
masih anak sekolahan atau anak kuliahan semester awal. Masih muda dan
mengelora..
Hemmm…..akankah masa-masa ini akan
mereka nikmati. Jika kalian terpaksa dinikahkan,apakan kemesraan ini bisa
bertahan. Kalau biduk rumah tangga mereka jalani tersapu ombak,akankan kalian
bertahan untuk saling menguatkan. Sesekali aku mengeryitkan dahi…..keder
sendiri.
******
Pulau Tidung yang terdiri dari Tidung
besar dan Tidung Kecil dihubungkan oleh jembatan panjang yang diberi nama jembatan
cinta,letaknya disebelah barat kepulauan seribu bagian selatan. Di awal
jembatan ini, ditemui jembatan yang melengkung tinggi yang melalui cekungan
laut yang agak dalam. Disini banyak anak-anak penduduk setempat yang beratraksi
menceburkan diri ke laut dari ketinggian jembatan. Aksi mereka cukup menarik
perhatian,tak sedikit wisatawan yang mengikuti kenekadan anak-anak itu. Selain
itu, orang yang akan melintasi jembatan ini pasti berenti barang sejenak dengan
berselfie ria. Mengabadikan kehadiran mereka disini. Bergaya bak model ternama,
dari pose yang malu-malu kucing sampai pose yang malu-maluin. He…he…
Aku juga begitu. Ambil foto juga dimari.
Karena kedua anakku paling susah diajak foto,yang terpaksa selfie-selfie
sendiri. Asal jepret-jepret ajalah untuk konsumsi sendiri
Tak ubahnya dipesisir pantai
tadi,dijembatan ini juga dipadati muda mudi. Ayunan langkahku sengaja
kuperlahan. Menikmati angin yang begitu sejuk menyapu mukaku. Anak-anakku
sebentar-sebentar berhenti,melihat bulu babi yang menepi di pondasi jembatan
ini. Bulunya panjang-panjang dan berwarana hitam. Wah…kalo kena kulit rasanya
ga ketulungan nih.
Dipertengan jembatan,di pondokan yang
pertama,mataku tertuju pada pasangan yang terlihat terlibat urusan serius. Si perempuan
bersandar ditiang, yang laki-laki duduk agak lebih rendah sambil mengelus-elus
kaki pasangannya. Setelah aku amat-amati, ternyata pasangan ini bukan
pasangan muda-mudi seperti yang kutemui
sebelumnya. Rambut yang tumbuh dikepala bapak ini kian sedikit yang berwarna
gelap. Kulinya terlihat keriput walau tertutup dengan kulitnya yang begitu terawat.
Mesra sekali. Akankan puluhan pasangan
tadi akan mengalami hal seperti ini, tetap menjaga kemesraan diusia menjelang
senja. Meski kaki sang istri tak mulus lagi,tapi sang suami tetap mengelus-elus.
Seolah-olah batu bacan yang asah dengan kesabaran dan kematangan. Asam garam
kehidupan pasti telah mereka lalui
bersama. Bisa menjaga kemesraan buka suatu hal yang muda bagi pasangan seusia
ini. Sesekali si istri juga menghapus kening sang suami. Sungguh keabadian
cinta yang mulia. Semulia jembatan cinta ini. Tetap setia menghubungkan pulau
yang terpisah, walaupun semua tau kalau dipulau yang kecil tak berpenghuni.. Jembatan
ini menghubungkan keduanya agar kedua pulau ini saling melengkapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar