Kabut di
Ramadhannya Ayu
(bagian kedua)
Kesibukan di rumah ini sungguh luar biasa.
Rumah yang berukuran 200m2 yang dulunya tempat tinggalku semasa nenek masih
hidup sudah disulap menjadi ruang usaha tante. Sekat semua rungan dibuka. Ruang ini hanya terdiri dari warung makan
pada bagian depan rumah yang menghadap jalan raya,ruang pengolahan yang
dilengkapi kamar mandi dan tempat cuci piring. Gudang yang dulunya digunakan
nenek untuk penyimpanan barang juga dijadikan tempat istirahat pembantu di
rumah ini. Ruang berukuran 2x2 meter itu hanya dilengkapi lemari plastic dan kasur
busa tanpa ranjang.
Sejak tante
menikah dengan Mande (paman gede) karena tubuhnya yang tinggi besar, tentangga
sebelah rumah nenek yang dulunya teman main bapak, rumah ini sepenuhnya sudah
diwariskan pada tante. Sedangkan bapaknya
Ayu, mendapatkan toko sembako yang sekarang diteruskan untuk menghidupi
keluarga mereka.
Tante menikah
dengan Mande memang sudah berumur.
Sebelumnya Mande sudah menikah dan memiliki 2 orang putri dan satu putra. Menurut cerita, Istrinya
yang seorang bidan desa meninggal dalam suatu kecelakaan saat menuju tempat
tugasnya yang cukup jauh. Saat itu mas Ferdy, anaknya yang paling kecil masih
berusia 5 tahun. Selang setahun sepeninggal istrinya, Mande menikahi tante yang
waktu itu sudah berumur 35 tahun. Dari
pernikahannya, tante di karunia dua orang anak laki-laki.
Meskipun paman
sudah menikah dengan tante, Ayu tetap memanggil suami tantenya itu dengan
sebutan Mande, karena sejak kecil ia memang akrab dengan panggilan itu. Rumah
yang tadinya bersebelahan kini sudah menyatu. Dihubungkan dengan pintu yang
berada di antara ruang pengolahan tante dengan ruang makan rumah mande. Rumah
sebelah difungsikan sepenuhnya sebagai aktifitas keluarga. Mande melarang
siapapun membawa pekerjaan dapur ke rumah ini. Ia menginginkan suasana rumah
yang utuh layaknya tempat berteduh dan beristirahat.
Ayu mendapat
tempat tidur di ruang tengah. Kamar mbak Vivi yang sekarang sedang kuliah di
luar kota. Rumah ini dilengkapi enam kamar tidur yang dilengkapi kamar mandi.
Masing-masing anak punya kamar sendiri-sendiri. Kecuali Bagas dan Irgi yang
tidur satu kamar karena usia mereka terpaut tidak begitu jauh.
“Rapi sekali kamar ini. Seperti tak
tersentuh sama sekali.” Bisik Ayu dalam hati. Usai meletaknya tas yang ia
sandang, ia menghempaskan pantatnya di pojokan springbad yang terbalut sepre
dengan rapi. Pandangannya menyapu isi kamar itu. Di dinding atas tempat tidur terpampang foto
keluarga Mande bersama keluarga dan almarhum istrinya. Ayu ingat betul. Foto
itu diabadikan saat mbak Vera anak kedua mereka merayakan ulang tahunnya yang
ke-9 yang bertepatan dengan lebaran . Dinding samping tempat tidur juga
berjajar puluhan bingkai foto-foto keluarga yang sama.
“Sepertinya mbak Vivi tetap menginginkan
kenagan ibunya di kamar itu.” Pikir Ayu lagi.
“Yu, bajunya letakkan di rak paling bawah
yang sudah dikosongkan. Kalo sudah beres bantu tante di sebelah ya?” ujar tante
yang mengagetkan. Ayu langsung menghampiri dan mencium tangannya. Saat Ayu
datang tadi, ia memang tidak di rumah. Sedang ke pasar belanja untuk persiapan
sahur yang masih kurang.
“Ntar aja Tan, Ayu Cuma bawa baju sedikit
kok. Bisa Ayu bereskan nanti malem kok.” Sahut Ayu
“Ayu kebelakang sekarang aja ya?” sambung Ayu lagi
“Ya sudah, kalo memang bisa dibereskan
nanti. Bantuin Bik Iyah ngupasin kentang ya!.” Ujar tante sambil berlalu ke
kamar Bagas yang ada di sebelahnya.
Ayu langsung menemui bik Iyah, ia tengah
asik mengupas sekeranjang kentang yang ada di depannya.
“ Pisaunya mana bik, saya bantuin?” tanya
Ayu membuka pembicaraan
“ Di keranjang merah samping tunggu
banyak, pilih aja Yu. Cari yang tajam biar cepat selesai. Sepuluh kilo kentang
baru mau dikupas, kapan selesainya.” Sahut bik Iyah sambil ngedumel
“Tante baru belanja ya bik, makanya baru bisa
dikerjain sekarang?” tanya Ayu lagi sambil mengambil posisi duduk di hadapan
perempuan tua itu.
“Kentang mah udah di beli dari kapan tau,
Cuma ga ada tenaga yang ngerjain. Harusnya tantemu tambah orang satu lagi kalau
bulan puasa seperti ini. Mana ketanganan kalau cuma bibik sama mbak Sum yang ngerjain. Tau
sendiri, pelanggan makin rame tenaganya dari dulu segini-segini aja.” Omel bik
Iyah
Ayu hanya nyengir sendiri. Tidak tau mesti
ngomong apa. Takut kesalahan. Dia hanya mendengarkan ocehan bik iyah yang sudah
dikenalnya sejak kecil.
“Tambahlah satu lagi untuk sebulan ini,
bentar lagi mau magrib kerjaan masih banyak. Mbak sum kalau jam segini pulang,
dia kan masih punya anak kecil yang harus urus. Bisa-bisa bibik begadang nih
malem.” Ocehnya lagi
“Ayu bantuin bik, biar Ayu yang nerusin.
Bibik bisa ngerjain yang lain.” Ujar Ayu menenangkan dia
“Yu…Yu. Tantemu memang ga punya perasaan.
Bapakmu juga. Masa anak seumur kamu masih direpotkan sama urusan pembantu. Bibik
mah udah jelas nasibnya begini, kalo ga bantu-bantu nenekmu dari dulu ga bisa
makan. Kalau kamu kan anak sekolahan, emang ga ada kegiatan apa, bulan puasa mbabu
di rumah orang. Lihat anak-anak tantemu yang lain. Apalagi si Vera sama Ferdy.
Mana mau nginjek ruangan ini bantuin mamanya. Bagus sama Irgi sih masih kecil
ga bisa diarep tenaganya.” Lanjut bik Iyah yang semakin sewot
“Ayu juga tadinya keberatan bik. Cuma
bapak ga bisa nolak permintaan Tante.”
“Nah itu dia, si Rohman terlalu sayang
sama adeknya, lupa sama hak anaknya. Dikiranya kamu liburan apa di sini?
“Sudahlah bik. Biar Ayu yang nerusin.
Bibik bisa kerja yang lain.” Ujar Ayu memotong ocehan bik Iyah. Ayu takut apa
yang diucapkan perempuan yang sudah seperti keluarga sendiri ini bisa di dengar
tantenya.
“Ya sudah, bibik mau ngungkep ayam dulu.
Belum lagi goreng kentang untuk di sambel. Sayuran yang buat capcay juga belum
dibersihin. Untuk catering sahur menunya capcay,ayam goreng crispy, sambel
kentang. Kalau yang di warung seperti biasa. Masih banyak nih pe-er kita Yu”
ujar bik Iyah sambil berajak dari tempat duduknya. Perempuan yang berumur
sekitar 57 tahun itupun sudah siap dengan pegangan barunya di dekat kompor. Ayu
melanjutkan tugasnya mengupas kentang. Sebagian untuk sambel goreng,
sebagiannya lagu untuk perkedel begitu pesan tante.
*****
“Ayu….ikutan ke masjid ga? Jangan ngendem
aja di dapur keq mbok-mbok?” teriak mas Ferdy yang mengeluarkan Kawasaki
hijaunya dari bagasi samping dan terlihat jelas dari kaca di mana Ayu masih
asik dengan pekerjaannya.
Ayu terkaget, rupanya hari sudah beranjak
malam. “Aku melewatkan sholat magrib” pikinya tiba-tiba. Bergegas ia keluar
menghampiri Ferdy yang sudah siap dengan koko dan peci putihnya.
“ Sudah mau Isya ya, Kok aku ga denger
adzan magrib ya Fer? Tanya Ayu ke saudara sepupunya itu.
“Isya gundulmu, magrib aja belum. Liat jam
sono. Cuacanya mendung non.” Balasnya meledek
“ikutan ga, ayuk aku tungguin?” tambahnya
lagi
“Enggaklah Fer, sholat di rumah aja. Masih
banyak kerjaan. Kasian bik Iyah.” Sahut Ayu lagi
“ Ya udah, kirain mau ikut. Aku mau
magriban trus nyiapin pesantren kilat kita. Kasian temen-temen kekurangan
tenaga, tukang sapunya ilang satu.” Ledek Ferdy lagi sambil melaju menuju pintu
gerbang
“Dasar!” teriak Ayu cukup keras sambil melempar
kentang yang ada di tangannya
Ferdy dan Ayu terpaut satu tahun.
Kebetulan mereka sekolah di SMP yang sama. Ferdy sudah menjadi kakak kelasnya
Ayu selama 2 tahun ini. Ia anak yang aktif di OSIS. Ayu bisa masuk ke daftar
kepengurusan juga karena dia.
Ayu bergegas menemui bik Iyah, berpamitan
mau sholat magrib dulu baru menyelesaikan tugannya. Rumah tantenya memang jauh
dari masjid, adzan tidak terdengar dari sini.
*****
Usai sholat Ayu melanjutkan pekerjaannya
lagi. “Tinggal sedikit lagi nih. Setelah itu baru dipotong-potong.” Ucapnya
dalam hati. Di ruang ini juga sudah ada tantenya. Terlihat tantenya yang sedang
memblender beberapa bumbu dan menempatkannya dalam wadah yang terpisah. Bumbu
beberapa jenis masakan telah disiapkan
lengkap dengan tanda masing-masing. “Mungkin agar tidak tertukar kali?” pikir
Ayu sambil mengamati. Tantenya memang perempuan yang cekatan. Bisa mengerjakan
beberapa pekerjaan dalam waktu yang sama. Bik Iyah juga begitu. Tungku yang
satu iya nyalakan untuk mengungkep ayam, tungku sampingnya untuk memumis sambel
dan beberapa masakan lainnya. Di kompor bagian bawah tercium aroma rendang dan
panci besar yang tidak tau isinya apa? Pokoknya sibuk sekali di ruangan ini.
Setelah menyelesaikan kupasan kentangnya, ayu memotong-motong sesuai takaran
yang disiapkan tantenya.
“Sepertinya sudah masuk waktu isya?” ucap
Ayu dalam hati. Cuma ia tidak berani meminta diri untuk sholat. Terlihat
tantenya juga masih disibukkan dengan urusan yang lain. Kentang yang ia potong
dadu sudah siap dan dicucinya dengan bersih. Ayu meletakkannya di dekat tunggu
dimana bik Iyah siap dengan penggorengannya.
“Sisanya potong jadi empat bagian Yu, mau
digoreng juga untuk perkedel besok pagi” kata Tantenya
“Siap!” sahut Ayu pendek yang diiringi
senyum
“Sebentar itu mah!” piker Ayu dalam hati
“Abis itu bantuin bibik ya, Tante mau
nyiapin makan malem Mandemu, trus istirahat. Besok harus bangun jam 2 biar ga
kesiangan.” Tambah tantenya lagi.
“Siap tante!” jawab Ayu lagi.
Benar saja. Usai membereskan kentang. Ada
rebusan telur yang belum dikupas. Ayu kerjakan juga. Ia kupas telur itu satu
persatu. Sekitar 30 butir telor juga siap ia setorkan ke bik Iyah yang masih
setia di tungkunya. Kemudian ayu beranjak ke tempat cucian piring.
Duh……tumpukan peralatan yang kotor banyak sekali. Sebagian berminyak lagi. Mau
tak mau Ayu juga mengerjakannya.
Sementara bik Iyah menggoreng kentang iya
membereskan sayuran yang akan di capcay besok pagi. Dibersihkan,
dipotong-potong kemudian di cuci bersih. Mereka berdua sibuk menyelesaikan
tugas masing-masing, sekekali terlibat obrolan yang memecahkan keheningan
ruangan itu.
“Makan dulu Yu, sudah malem. Semua sudah beres. Tinggal
menghaluskan kentang dan racik-racik bumbu untuk tumis menumis.” Kata bik Iyah mengingatkan.
“Iya bik, sebentar lagi. Beresin dulu
pekerjaan kita. Selesai makan Ayu bisa langsung sholat isya dan meneruskan
taraweh.”
Jam yang tergantung di dinding ruang sudah
menunjukkan pukul Sembilan malam. Sepertinya Tante juga sudah masuk ke
kamarnya. Mande masih ada di ruang TV, sejak magrib tadi ia mengutak-atik laptopnya. Ferdy dan mbak Vera
belum terdengar pulang dari taraweh.
Tepat jam 21.30 Ayu ingin membersihkan
badannya.Semua pekerjaan sudah dibereskan. “Rasanya memang harus mandi agar
bisa istirahat dengan nyaman, setelah berkeringat terkena panasnya empat tunggu
di ruangan ini.” Pikir Ayu. Ayu pun segera mengambil pakaiannya di kamar untuk
ganti. Dari kamar Bagas dan adeknya sudah tidak terdengar suara lagi. Begitupun
kamar tante sudah tertutup rapat.
“Ayu, bikini Mande kopi ya. Takarannya
biasa.” Pinta Mande meyadari Ayu
melintas di ruang itu
“ Siap” sahut Ayu singkat
Setelah meletakkan pakaiannnya di kamar
mandi belakang, Ayu menyeduh kopi untuk pamannya. Bik Iyah juga terlihat sudah
siap-siap mau istirahat. Ia sedang menghabiskan teh hangatnya dan martabak
telor yang dibelikan tantenya sore tadi.
“Malem-malem jangan mandi Yu, seka air aja
kalau gerah,nanti sakit.” Kata Mande saat Ayu meletakkan kopi di meja tempat
mandenya duduk sejak magrib tadi.
“Iya, gerah banget Mande. Perlu dibenerin
kipas belakang. Biar ga mandi keringet kalo lagi pada kerja.” Sahut Ayu
“Besok dibenerin. Jangan lupa makan ya.
Bisa nunggu Ferdy sama mbak Vera kalo ga mau makan sendirian.” Sambung Mandenya
lagi
“Ayu makan duluan aja Mande. Abis itu mau
sholat dulu sebelum tidur.” Sahut Ayu sambil minta diri
Ayu segera ke kamar mandi. Di kamar kak
Vera airnya tidak mengalir. “Mungkin karena tidak ditempati kali ya, ,mampet?”
tanya Ayu dalam hati. Bik Iyah juga tidak terlihat di dapur lagi. Rupanya ia
juga sudah ingin segera beristirahat.
Tak ingin berlama-lama Ayu segera menguyur
tubuhnya. Segar sekali rasanya. Setelah merapikan pakaiannya, ia menuju meja
makan. Tak ada suara siapapun di rumah ini. TV juga dimatikan oleh Mande
sebelum beranjak ke kamar. Ayu makan
sendirian. Di meja makan menu yang dihidangkan sebagian besar juga menu yang di
jual di warung tante. Ayu makan dengan lahapnya, dari tadi ia menahan lapar.
Cuma mau makan masih banyak pekerjaan. Ia biarkan lauk pauk yang tersisa tetap di atas meja. Ayu hanya merapikan piring
yang sudah tidak terpakai. Ayu ingin segera sholat dan tidur. Merebahkan diri
yang berasa mulai berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar