media dan sumber belajarnya sugianti bisri

cerbung

Sugianti Bisri | Selasa, Juni 30, 2015 |
Kabut di Ramadhannya Ayu
(bagian kedua)

Kesibukan di rumah ini sungguh luar biasa. Rumah yang berukuran 200m2 yang dulunya tempat tinggalku semasa nenek masih hidup sudah disulap menjadi ruang usaha tante. Sekat semua rungan dibuka.  Ruang ini hanya terdiri dari warung makan pada bagian depan rumah yang menghadap jalan raya,ruang pengolahan yang dilengkapi kamar mandi dan tempat cuci piring. Gudang yang dulunya digunakan nenek untuk penyimpanan barang juga dijadikan tempat istirahat pembantu di rumah ini. Ruang berukuran 2x2 meter itu hanya dilengkapi lemari plastic dan kasur busa tanpa ranjang.

Sejak tante menikah dengan Mande (paman gede) karena tubuhnya yang tinggi besar, tentangga sebelah rumah nenek yang dulunya teman main bapak, rumah ini sepenuhnya sudah diwariskan pada tante.  Sedangkan bapaknya Ayu, mendapatkan toko sembako yang sekarang diteruskan untuk menghidupi keluarga mereka.
Tante menikah dengan Mande memang sudah berumur.  Sebelumnya Mande sudah menikah dan memiliki  2 orang putri dan satu putra. Menurut cerita, Istrinya yang seorang bidan desa meninggal dalam suatu kecelakaan saat menuju tempat tugasnya yang cukup jauh. Saat itu mas Ferdy, anaknya yang paling kecil masih berusia 5 tahun. Selang setahun sepeninggal istrinya, Mande menikahi tante yang waktu itu sudah berumur 35 tahun.  Dari pernikahannya, tante di karunia dua orang anak laki-laki.
Meskipun paman sudah menikah dengan tante, Ayu tetap memanggil suami tantenya itu dengan sebutan Mande, karena sejak kecil ia memang akrab dengan panggilan itu. Rumah yang tadinya bersebelahan kini sudah menyatu. Dihubungkan dengan pintu yang berada di antara ruang pengolahan tante dengan ruang makan rumah mande. Rumah sebelah difungsikan sepenuhnya sebagai aktifitas keluarga. Mande melarang siapapun membawa pekerjaan dapur ke rumah ini. Ia menginginkan suasana rumah yang utuh layaknya tempat berteduh dan beristirahat.
Ayu mendapat tempat tidur di ruang tengah. Kamar mbak Vivi yang sekarang sedang kuliah di luar kota. Rumah ini dilengkapi enam kamar tidur yang dilengkapi kamar mandi. Masing-masing anak punya kamar sendiri-sendiri. Kecuali Bagas dan Irgi yang tidur satu kamar karena usia mereka terpaut tidak begitu jauh.
“Rapi sekali kamar ini. Seperti tak tersentuh sama sekali.” Bisik Ayu dalam hati. Usai meletaknya tas yang ia sandang, ia menghempaskan pantatnya di pojokan springbad yang terbalut sepre dengan rapi. Pandangannya menyapu isi kamar itu.  Di dinding atas tempat tidur terpampang foto keluarga Mande bersama keluarga dan almarhum istrinya. Ayu ingat betul. Foto itu diabadikan saat mbak Vera anak kedua mereka merayakan ulang tahunnya yang ke-9 yang bertepatan dengan lebaran . Dinding samping tempat tidur juga berjajar puluhan bingkai foto-foto keluarga yang sama.
“Sepertinya mbak Vivi tetap menginginkan kenagan ibunya di kamar itu.” Pikir Ayu lagi.

“Yu, bajunya letakkan di rak paling bawah yang sudah dikosongkan. Kalo sudah beres bantu tante di sebelah ya?” ujar tante yang mengagetkan. Ayu langsung menghampiri dan mencium tangannya. Saat Ayu datang tadi, ia memang tidak di rumah. Sedang ke pasar belanja untuk persiapan sahur yang masih kurang.
“Ntar aja Tan, Ayu Cuma bawa baju sedikit kok. Bisa Ayu bereskan nanti malem kok.” Sahut Ayu
“Ayu kebelakang sekarang aja ya?” sambung  Ayu lagi
“Ya sudah, kalo memang bisa dibereskan nanti. Bantuin Bik Iyah ngupasin kentang ya!.” Ujar tante sambil berlalu ke kamar Bagas yang ada di sebelahnya.

Ayu langsung menemui bik Iyah, ia tengah asik mengupas sekeranjang kentang yang ada di depannya.
“ Pisaunya mana bik, saya bantuin?” tanya Ayu membuka pembicaraan
“ Di keranjang merah samping tunggu banyak, pilih aja Yu. Cari yang tajam biar cepat selesai. Sepuluh kilo kentang baru mau dikupas, kapan selesainya.” Sahut bik Iyah sambil ngedumel
“Tante baru belanja ya bik, makanya baru bisa dikerjain sekarang?” tanya Ayu lagi sambil mengambil posisi duduk di hadapan perempuan tua itu.
“Kentang mah udah di beli dari kapan tau, Cuma ga ada tenaga yang ngerjain. Harusnya tantemu tambah orang satu lagi kalau bulan puasa seperti ini. Mana ketanganan kalau cuma  bibik sama mbak Sum yang ngerjain. Tau sendiri, pelanggan makin rame tenaganya dari dulu segini-segini aja.” Omel bik Iyah
Ayu hanya nyengir sendiri. Tidak tau mesti ngomong apa. Takut kesalahan. Dia hanya mendengarkan ocehan bik iyah yang sudah dikenalnya sejak kecil.
“Tambahlah satu lagi untuk sebulan ini, bentar lagi mau magrib kerjaan masih banyak. Mbak sum kalau jam segini pulang, dia kan masih punya anak kecil yang harus urus. Bisa-bisa bibik begadang nih malem.” Ocehnya lagi
“Ayu bantuin bik, biar Ayu yang nerusin. Bibik bisa ngerjain yang lain.” Ujar Ayu menenangkan dia
“Yu…Yu. Tantemu memang ga punya perasaan. Bapakmu juga. Masa anak seumur kamu masih direpotkan sama urusan pembantu. Bibik mah udah jelas nasibnya begini, kalo ga bantu-bantu nenekmu dari dulu ga bisa makan. Kalau kamu kan anak sekolahan, emang ga ada kegiatan apa, bulan puasa mbabu di rumah orang. Lihat anak-anak tantemu yang lain. Apalagi si Vera sama Ferdy. Mana mau nginjek ruangan ini bantuin mamanya. Bagus sama Irgi sih masih kecil ga bisa diarep tenaganya.” Lanjut bik Iyah yang semakin sewot
“Ayu juga tadinya keberatan bik. Cuma bapak ga bisa nolak permintaan Tante.”
“Nah itu dia, si Rohman terlalu sayang sama adeknya, lupa sama hak anaknya. Dikiranya kamu liburan apa di sini?
“Sudahlah bik. Biar Ayu yang nerusin. Bibik bisa kerja yang lain.” Ujar Ayu memotong ocehan bik Iyah. Ayu takut apa yang diucapkan perempuan yang sudah seperti keluarga sendiri ini bisa di dengar tantenya.
“Ya sudah, bibik mau ngungkep ayam dulu. Belum lagi goreng kentang untuk di sambel. Sayuran yang buat capcay juga belum dibersihin. Untuk catering sahur menunya capcay,ayam goreng crispy, sambel kentang. Kalau yang di warung seperti biasa. Masih banyak nih pe-er kita Yu” ujar bik Iyah sambil berajak dari tempat duduknya. Perempuan yang berumur sekitar 57 tahun itupun sudah siap dengan pegangan barunya di dekat kompor. Ayu melanjutkan tugasnya mengupas kentang. Sebagian untuk sambel goreng, sebagiannya lagu untuk perkedel begitu pesan tante.

*****

“Ayu….ikutan ke masjid ga? Jangan ngendem aja di dapur keq mbok-mbok?” teriak mas Ferdy yang mengeluarkan Kawasaki hijaunya dari bagasi samping dan terlihat jelas dari kaca di mana Ayu masih asik dengan pekerjaannya.
Ayu terkaget, rupanya hari sudah beranjak malam. “Aku melewatkan sholat magrib” pikinya tiba-tiba. Bergegas ia keluar menghampiri Ferdy yang sudah siap dengan koko dan peci putihnya.
“ Sudah mau Isya ya, Kok aku ga denger adzan magrib ya Fer? Tanya Ayu ke saudara sepupunya itu.
“Isya gundulmu, magrib aja belum. Liat jam sono. Cuacanya mendung non.” Balasnya meledek
“ikutan ga, ayuk aku tungguin?” tambahnya lagi
“Enggaklah Fer, sholat di rumah aja. Masih banyak kerjaan. Kasian bik Iyah.” Sahut Ayu lagi
“ Ya udah, kirain mau ikut. Aku mau magriban trus nyiapin pesantren kilat kita. Kasian temen-temen kekurangan tenaga, tukang sapunya ilang satu.” Ledek Ferdy lagi sambil melaju menuju pintu gerbang
“Dasar!” teriak Ayu cukup keras sambil melempar kentang yang ada di tangannya

Ferdy dan Ayu terpaut satu tahun. Kebetulan mereka sekolah di SMP yang sama. Ferdy sudah menjadi kakak kelasnya Ayu selama 2 tahun ini. Ia anak yang aktif di OSIS. Ayu bisa masuk ke daftar kepengurusan juga karena dia.
Ayu bergegas menemui bik Iyah, berpamitan mau sholat magrib dulu baru menyelesaikan tugannya. Rumah tantenya memang jauh dari masjid, adzan tidak terdengar dari sini.

*****

Usai sholat Ayu melanjutkan pekerjaannya lagi. “Tinggal sedikit lagi nih. Setelah itu baru dipotong-potong.” Ucapnya dalam hati. Di ruang ini juga sudah ada tantenya. Terlihat tantenya yang sedang memblender beberapa bumbu dan menempatkannya dalam wadah yang terpisah. Bumbu beberapa jenis masakan  telah disiapkan lengkap dengan tanda masing-masing. “Mungkin agar tidak tertukar kali?” pikir Ayu sambil mengamati. Tantenya memang perempuan yang cekatan. Bisa mengerjakan beberapa pekerjaan dalam waktu yang sama. Bik Iyah juga begitu. Tungku yang satu iya nyalakan untuk mengungkep ayam, tungku sampingnya untuk memumis sambel dan beberapa masakan lainnya. Di kompor bagian bawah tercium aroma rendang dan panci besar yang tidak tau isinya apa? Pokoknya sibuk sekali di ruangan ini. Setelah menyelesaikan kupasan kentangnya, ayu memotong-motong sesuai takaran yang disiapkan tantenya.

“Sepertinya sudah masuk waktu isya?” ucap Ayu dalam hati. Cuma ia tidak berani meminta diri untuk sholat. Terlihat tantenya juga masih disibukkan dengan urusan yang lain. Kentang yang ia potong dadu sudah siap dan dicucinya dengan bersih. Ayu meletakkannya di dekat tunggu dimana bik Iyah siap dengan penggorengannya.
“Sisanya potong jadi empat bagian Yu, mau digoreng juga untuk perkedel besok pagi” kata Tantenya
“Siap!” sahut Ayu pendek yang diiringi senyum
“Sebentar itu mah!” piker Ayu dalam hati
“Abis itu bantuin bibik ya, Tante mau nyiapin makan malem Mandemu, trus istirahat. Besok harus bangun jam 2 biar ga kesiangan.” Tambah tantenya lagi.
“Siap tante!” jawab Ayu lagi.

Benar saja. Usai membereskan kentang. Ada rebusan telur yang belum dikupas. Ayu kerjakan juga. Ia kupas telur itu satu persatu. Sekitar 30 butir telor juga siap ia setorkan ke bik Iyah yang masih setia di tungkunya. Kemudian ayu beranjak ke tempat cucian piring. Duh……tumpukan peralatan yang kotor banyak sekali. Sebagian berminyak lagi. Mau tak mau Ayu  juga mengerjakannya.

Sementara bik Iyah menggoreng kentang iya membereskan sayuran yang akan di capcay besok pagi. Dibersihkan, dipotong-potong kemudian di cuci bersih. Mereka berdua sibuk menyelesaikan tugas masing-masing, sekekali terlibat obrolan yang memecahkan keheningan ruangan itu.

“Makan dulu Yu,  sudah malem. Semua sudah beres. Tinggal menghaluskan kentang dan racik-racik bumbu untuk tumis menumis.” Kata bik  Iyah mengingatkan.
“Iya bik, sebentar lagi. Beresin dulu pekerjaan kita. Selesai makan Ayu bisa langsung sholat isya dan meneruskan taraweh.”
Jam yang tergantung di dinding ruang sudah menunjukkan pukul Sembilan malam. Sepertinya Tante juga sudah masuk ke kamarnya. Mande masih ada di ruang TV, sejak magrib tadi ia  mengutak-atik laptopnya. Ferdy dan mbak Vera belum terdengar pulang dari taraweh.

Tepat jam 21.30 Ayu ingin membersihkan badannya.Semua pekerjaan sudah dibereskan. “Rasanya memang harus mandi agar bisa istirahat dengan nyaman, setelah berkeringat terkena panasnya empat tunggu di ruangan ini.” Pikir Ayu. Ayu pun segera mengambil pakaiannya di kamar untuk ganti. Dari kamar Bagas dan adeknya sudah tidak terdengar suara lagi. Begitupun kamar tante sudah tertutup rapat.
“Ayu, bikini Mande kopi ya. Takarannya biasa.” Pinta Mande  meyadari Ayu melintas di ruang itu
“ Siap” sahut Ayu singkat
Setelah meletakkan pakaiannnya di kamar mandi belakang, Ayu menyeduh kopi untuk pamannya. Bik Iyah juga terlihat sudah siap-siap mau istirahat. Ia sedang menghabiskan teh hangatnya dan martabak telor yang dibelikan tantenya sore tadi.

“Malem-malem jangan mandi Yu, seka air aja kalau gerah,nanti sakit.” Kata Mande saat Ayu meletakkan kopi di meja tempat mandenya duduk sejak magrib tadi.
“Iya, gerah banget Mande. Perlu dibenerin kipas belakang. Biar ga mandi keringet kalo lagi pada kerja.” Sahut Ayu
“Besok dibenerin. Jangan lupa makan ya. Bisa nunggu Ferdy sama mbak Vera kalo ga mau makan sendirian.” Sambung Mandenya lagi
“Ayu makan duluan aja Mande. Abis itu mau sholat dulu sebelum tidur.” Sahut Ayu sambil minta diri

Ayu segera ke kamar mandi. Di kamar kak Vera airnya tidak mengalir. “Mungkin karena tidak ditempati kali ya, ,mampet?” tanya Ayu dalam hati. Bik Iyah juga tidak terlihat di dapur lagi. Rupanya ia juga sudah ingin segera beristirahat.

Tak ingin berlama-lama Ayu segera menguyur tubuhnya. Segar sekali rasanya. Setelah merapikan pakaiannya, ia menuju meja makan. Tak ada suara siapapun di rumah ini. TV juga dimatikan oleh Mande sebelum beranjak ke kamar.  Ayu makan sendirian. Di meja makan menu yang dihidangkan sebagian besar juga menu yang di jual di warung tante. Ayu makan dengan lahapnya, dari tadi ia menahan lapar. Cuma mau makan masih banyak pekerjaan. Ia biarkan lauk pauk yang tersisa  tetap di atas meja. Ayu hanya merapikan piring yang sudah tidak terpakai. Ayu ingin segera sholat dan tidur. Merebahkan diri yang berasa mulai   berat.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar