media dan sumber belajarnya sugianti bisri

Cerpen 3

Sugianti Bisri | Sabtu, April 18, 2015 |
Aku dan Asistenku

Delapan bulan yang lalu,saat kami membuat kesepakatan kerja,bik Mira mengajukan syarat-syarat padaku sebelum memulai tugasnya sebagai asisten rumah tangga.
"Saya maunya kalau minggu libur bu. Pulangnya juga jangan terlalu sore. Kalau ibu sampe rumah jam empat,saya langsung pulang,soalnya harus ngurus rumah juga" jelasnya
"Iya bik,minggu libur juga ga apa, biasanya yang bantuin saya juga begitu, pulang jam segitu juga ga masalah,cuma saya maunya jam enam bibik da sampe sini. Saya harus absen pagi,supaya ga telat dan terburu-buru"
"Iya bu,kalo pagi angkutan suka berenti-berenti,nunggu penumpang. Kalau sampai sini jam enam,saya dari rumah jam berapa?" tanyanya
"Lah si bibik,kan dari rumah ke sini cuma 15 menit,masa iya dari rumah setengah enam ga bisa." protesku
"Saya harus nyiapin sarapan mang Kus (sebutan suaminya) dulu sebelum ia belanja ke pasar." alasannya
"Naik sepeda aja bik,tuh ada sepeda nganggur,bisa bibik pake" tambahku lagi
"Saya ga bisa naik sepeda bu" elaknya lagi
"Ya sudah,maunya gimana,supaya bibik bisa sampai sini jam enam,ga pake telat,supaya bisa nyuapin Nigar sebelum dia sekolah. Kalau kakanya sih sudah mandiri,ga usah diurus lagi. Jam segitu dia da siap berangkat." jelasku panjang lebar
"Naik ojek aja bu paginya,kalau pulang sih ga masalah naik angkot" jelasnya
"Hemmm....Ojek!!! Walaupun jaraknya dekat paling tidak sepuluh ribu,angkot pulangnya empat ribu. Paling tidak perharinya aku harus menyiapkan ongkos lima belas ribu lempengnya.  Lumayan bingit!!" pikirku dalam hati.

Gaji yang dia minta Rp.800.000 karena sudah berpengalaman katanya. Perhari Rp.15.000 kalau dihitung enam hari kerja Rp.90.000. Uang transport saya beri setiap hari senin,dilempengi Rp.100.000/minggu. Mau kerja 5 hari atau full tetap saya kasih segitu.

Menurut perjanjiannya,hanya cuci gosok,karena keluargaku hanya empat orang jadi ga begitu banyak lah cucian sama anter jemput putriku yang masih TK. Beres-beres juga alakadarnya,rumah kecil tanpa perabotan. Ya sudah resiko cari yang mau nginep susah banget jaman sekarang. Tetangga sebelah lumayan beruntung, asistennya nginep ia bawa dari kampung,dibayar hanya Rp.700.000 perbulan. Semua pekerjaan dipegang,mulai dari masak,cuci gosok,beres-beres,sampai anter jemput anak sekolah.

                                                                            ***
Satu bulan berlalu kerjanya masih maksimal,walaupun tidak seprofesional yang dia bilang. Nyuci baju kurang bersih,kalau dibilangin suruh memisahkan pakaian yang berwarna dengan yang putih tidak pernah didenger, alhasil pakaian sekolah dan kemeja kerja suami dekil-dekil. Nyetrika juga begitu,yang penting di lipat dan ditimpa setrikaan panas. Kalau nyapu ruangan yang kelihatan mata doang,kolong-kolong tidak tersentuh sama sekali. Kalau mau rungan bersih,saya selalu mengulang nyapu dan ngepel ketika menjelang tidur. Semua  bisa maklumi,sudahlah.....kerjaan ga beres,yang peting masih ada orang yang bisa anter jemput anak. Paling tidak saya bisa nyaman bekerja.

                                                                            ***
"Besok masuk ya bik,saya sudah mulai kuliah lagi." pesanku padanya, sebelum ia pulang jumat sore kemarin.
"Iya bu." jawabnya singkat sambil buru-buru pamit
Saya sengaja mengingatkanya,karena sudah sabtu yang kelima ia tidak masuk kerja. Alasannya beragam. Asam uratnya kambuh karena nyuci setiap hari,harus gantiin suami dagang sayuran di pasar,karena si mamang pulang kampung ada saudara yang nikahan,pusingdeman,atau apalah.
Itu juga kalau tidak di sms/ditelpon sabtu paginya,tidak memberi kabar. Duhhh.......

"Bu,maaf besok saya ga bisa masuk,ada tetangga kontrakan yang dapet orderan bakso,saya diminta bantuin dia,lumayan buat tambahan bayar kontrakan. Maaf bu,mohon pengertiannya"
Demikian SMS yang saya baca,yang dikirim asistenku. Saya hanya memandangi SMS yang dikirim pukul 7.30 pagi itu.

Mungkin dia ngambek pikirku,sebelum pulang sore kemarin, ia mau ngutang Rp.500.000 buat bayar kontrakan. Dagangan suaminya sepi.Sayuran banyak yang terbuang,anak-anak di kampung minta kiriman terus.
Aku tidak mengabulkan permintaannya, setiap masuk minggu kedua selalu ngajuin utangan. Total utangnya selama kerja di rumah ini sudah tiga kali lipat gaji yang diterima. Kalau mau gajian,sudah berpesan duluan, "gaji saya jangan dipotong ya bu,masih banyak keperluan."
Anaknya semata wayangnya yang ditinggal sama neneknya dikampung,sudah ku bantu keperluan sekolahnya. Awal tahun ajaran baru lalu,aku sudah membelikan seragam sekolahnya berikut sepatu sejumlah lima ratus ribu. Belum lagi kalau ia cerita,si eneng butuh ini itu,saya kasih selagi untuk urusan sekolah. Ya,itung-itung membatu meringankan bebannya dan supaya dia betah disini. Zaman sekarang,cari asisten susah. Anggap saja kita sebagai perusahaan baginya,semakin loyal fasilitasnya,semakin betah pegawainya.

Sakitnya begini ini, sabtu pagi harus disibukkan dengan urusan rumah tangga sebelum berangkat ke kampus. Biasanya sabtu pagi-pagi aku belanja untuk keperluan makan selama seminggu,asistenku yang membantu membereskan belanjaan, Saya juga selalu membelikaya lauk,entah itu ikan,ayam,atau daging untuk dibawa pulang. Sabtu dia hanya bekerja sampai jam sepuluh paling siang,kalau belanjaan sudah rapi di kulkas,cuci gosok sudah beres,dia bisa pulang.
Kalau dia ijin begini, karena kuliah sampai sore,aku harus menyiapkan makanan untuk anak-anak dan suami dan membereskan belanjaan sendiri. Hari kerja aku bangun jam tiga pagi,sabtu minggu yang harusnya bisa sedikit santai,mau tidak mau harus menyelesaikan tugas rumah sepulang dari kampus. Pakaian bisa saja di cuci senin pas dia masuk kalau memang tidak bisa kutangani`,tapi untuk urusan dapur tetap dibereskan sepulang kuliah. Aku paling tidak betah kalau tidur dengan kondisi rumah yang tidak rapi. Imbasnya juga ke anak-anakku. Malming biasanya kami keluar sekedar makan malam bersama,sudah kelima kalinya kami hanya nonton TV dirumah. Minggu pagi harusnya bisa menikmati car free day dengan bersepeda,harus mencuci pakaian yang numpuk dari hari jumat. Kalau tidak saya cuci sendiri,hari seninnya dia bisa lupa jemput anak saya yang pulang jam sebelas dari sekolahnya. "Gimana saya mau jemput Nigar bu,cuciannya banyak" alasannya.

Meskipun sekolahnya di depan rumah,namun gurunya tidak membiarkan anak-anak pulang tanpa dijemput. Ga heran jika laporan dari guru anak saya,kalau hari senin ia sering mengantar pulang Nigar karena sampai jam 12 siang belum diambil juga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar