media dan sumber belajarnya sugianti bisri

Cerpen 2

Sugianti Bisri | Senin, April 06, 2015 |
Menikmati Senja di Jembatan Cinta


Kecintaan pada dunia air,membawa langkahku dan beberapa temanku ke pulau ini. Pulau dengan luas 109 hektar ini terkesan begitu asri,pemukiman penduduk berjajar rapi disepanjang jalan setapak yang menghubungkan wilayah ini. Pulau kecil yang hanya dihuni 50 orang/hektar ini  menjadikan suasana disini begitu asri,menjanjikan sejuta mimpi bagi wisatawan yang ingin berakhir pekan di sini.

Setibanya disini,kami langsung menuju homestay yang disediakan travel yang kami percaya. Untuk mencapai lokasi itu,kami disediakan sepeda masing-masing. ”Lama ga goes-goes, gubrak di jalananan ga nih?” pikirku dalam hati.

Jalan setapak yang dibuat dari susunan papingblok ini lumayang legang,hanya beberapa motor yang melintas,karena penduduk disini mayoritas menggunakan sepeda. Pelan-pelan ku goes sepedaku,beban dipundakku cukup membuat oleng kala berpapasan dengan pesepeda yang lain. Awal perjalanan yang membuat berkeringat,bukan karena jauhnya perjalanan,tapi karena ketegangan,lupa bagaimana bersepeda. Tak kurang dari lima belas menit,kami tiba dirumah yang langsung menghadap ke pantai,dengan halaman parkir yang memuat 20 sepeda dan teras rumah dilengkapi meja besar dan beberapa kursi.

Buru-buru kuletakkan tas ranselku,kedua anakku juga langsung menuju kamar. “Alhamdulilah,ada AC nya di kamar” guman si kakak. Mendapati kamarnya yang ber AC. Tubuhnya yang sedikit berlemak,membuatnya tidak nyaman tidur tanpa pendingin udara. Kami sekeluarga menempati satu kamar yang lumayan besar dengan fasilitas layaknya wisma lah.
*******
Hidangan makanan siang  tlah siap, nasi kotak dan air minum mineral gelas. Selepas merapikan barang bawaan dikamar masing-masing,kami langsung menikmati menu yang tersedia. Ayam goreng,sambel terasi,capcay,dan kerupuk ikan produksi lokal sepertinya. Lumayanlah untuk menghilangkan rasa lapar,selama tiga jam dikapal tidak berani makan apa-apa. Ombaknya gede banget,khawatir malah bikin perjalanan ga nyaman. Kulihat semua temanku juga melakukan hal yang sama,mereka menghabiskan makan siangnya sambil sesekali bercengkrama. Aku menikmati makan siangku nyambi nyuapin si bungsu,makannya pelan. Butuh 33 kali kunyah dalam satu suap,he…he….jadi kudu super sabar kalau sudah berhadapan dengan aktifitas yang satu ini.

Tak ingin berlama-lama di penginapan,kami segera mempersiapkan diri ke pantai usai sholat dhuzur. Lagi-lagi harus menggoes roda dua pinjamanku. Katanya sih ga jauh……sekitar sepuluh menit dari sini. Si adek dibonceng papanya,si sulung goes sendiri bersama yang lainnya. Sejuk sekali disini,kanan jalan berbatasan langsung dengan pantai yang ditumbuhi pohon disepanjang jalan,kiri jalan rumah penduduk dan beberapa penginapan. Asri dan tanpa polusi. Bener….rupanya memang tak begitu jauh,baru beberapa menit menggoes,sudah terlihat keramaian orang.

Wow…………Rupanya diparkiran sudah berjajar  ratusan sepeda dengan rapi. “Penitipan sepeda 2000” begitu tulisan di triplek yang dipaku dipohon kelapa itu. Disampingnya berjajar dua orang petugas parkir berpakaian sipil yang mengawasi dan menangani retribusi. Yang menarik lagi,dari ratusan sepeda yang ada disini cuma ada tiga warna sepeda,hijau,pink,dan hitam. Sebagian besar dari sepeda itu bertuliskan “ROHANA” dan Haji ROHALI”. Rupanya sepeda yang ada disini dikelola oleh beberapa pemilik yang direntalkan 15.000/hari pada wisatawan. 18 sepeda yang kami tumpangi dibariskan rapi  dan diikat tali rapiah supaya gampang mengenali. Begitu kata penjaga disini.

Usai mengamankan sepeda,kamipun berhamburan dipantai yang telah dipadati pengunjung sebelumya. “Ma,aku mau naik perahu.” Kata si sulung sambil menunjuk ke perahu karet yang dilengkapi dayung “Aku mau main pasir aja,aku udah bawa cedokan.” Adeknya menimpali. Aku hanya mengiyakan saya keinginan mereka. Disebelah sana temen-temen kantorku terlibat pembicaraan serius dengan petugas penyewaan alat snorkling. Agaknya mereka sudah tidak sabar menikmati pemandangan di kedalaman pantai.

Suamiku siap dengan perahu karet sewaannya menuju ke tempat aku meletakkan pantatku sambil menemani si kecil bermain pasir. Badannya sudah basah kuyub,terlebih dahulu sudah diceburakan ke air sebelum asik dengan gundukan pasirnya. “Dek,ikutan naik perahu tuh,asik banget  si kakak sama papa. Ada dayungnya.” Ujarku pada sikecil yang tidak menggubris lagi ajakan kakaknya yang berteriak-teriak.
“Eh….perahunya gambar penguin.” Tambahku lagi. Dia mulai melalingkan mukanya ke arah yang kumaksud,dan langsung mengangkat pantatnya. “Iya,Ikutan  ya.” Sahutnya. Karena kapasitasnya hanya 3 orang,aku terpaksa tinggal ditempat. “Kesempatan untuk bergabungdengan teman-temanku nih”. Pikirku.

“Ikutan Yuk!” ajak temenku dari kejauhan,begitu mendapati aku menuju kea rah mereka.
“Perahu yang menuju ke tengah laut jumlahnya terbatas,semuanya sudah tersewa,kalaupun mau menunggu,belum tentu pengemudinya mau balik kesana lagi. Kalo mau ikutan snorkling,kita jalan kaki pelan-pelan ke sana. Sebelum itu kita naik banana dulu ya.” Jelasnya lagi.
“Aku ikutan naik banana aja deh,snorklingnya besok pagi aja kita bisa pesan dari sekarang. Aku langsung mengenakan pelampung yang disodorkan ke arahku. Tak butuh waktu yang lama,aku segera meluncur ke pantai,menyusul yang lain nangkring di bananaboat. Muatannya hanya lima orang,jadi kami membutuhkan tiga boat untuk berselancar.
“Mau dijatuhin atau enggak mbak?” Tanya petugas pantai sebelum memulai tugasnya.
“Maksudnya gimana nih?” tanyaku bingung
“Kalo mau diceburi,setelah keliling nanti pas dipenghujung perjalanan banana kita lempar,pemumpang sengaja dijatuhin. Kalo ga mau,berarti jalan seperti biasa aja mbak.” Ujarnya lagi menjelaskan
“Mau lah kalo gitu,seru juga kelihatannya.” Sahutku
“Jangan ah,takut oi….aku kan ga bisa berenang.” Sahut yang lain
“Ya udah mbak,berkelompok aja,yang mau dijatuhin gabung ke sini,yang ga mau pindah kesana.” Jelas petugas itu memberikan pengarahan
Alhasil dua boat siap dijatuhkan,yang satunya ga mau basah. Petualangan pun siap dimulai.

Wow.!!!
Seru bangetttttt………Sekitar lima belas menit bananaboat yang kami tumpangi berselancar. Melintasi lengkungan jembatan cinta menuju laut lepas,kemudian berputar dan mengambil arah searah jarum jam ke laut lepas yang lain. Tak mau kehilangan momen seru ini,kamipun berfoto-foto ria hasil cepretan pemandu yang berada di motor boat yang menarik kami. Luar biasa…”Lupakan sejenak RPP,lupakan sejenak Pramuka,……….nikmati petualangan di jembatan cinta”. Teriak teman-temanku dengan kerasnya.
Situasi berasa makin tegang,tatkala banana yang kami tumpangi semakin kencang melanju,dan……..byuuuurrrrr……

Semua penumpang tumpah dilautan,ada yang batuk-batuk karena tertelan air,ada yang tenggelam karena ga bisa berenang. Berlahan-lahan situasi pun teratasi,kami berjalan ketepian,ga begitu dalam kok,hanya sedada orang dewasa. Refres sejenak pikiran,lepas semua kepenatan.
******
Usai berbabana ria,aku menghampiri keluarga kecilku. Dari kejauhan kulihat perahu karet mereka didayung menepi. Petugas penyewaan sudah melambai-lambaikan tangannya. Hemmm…..perasaan belum ada satu jam deh,pikirku. Aku meletakkan bokongku dimana si adek meningalkan peralatan penggali pasirnya. Belum sampai merapat si kakak sudah menceburkan diri lagi,begitupun si adek langsung ambil posisi dengan kesibukannya yang ia tinggalkan tadi.

Kini giliranku mengawasi anak-anak. Suamiku ijin menepi dengan teman sekantorku mencari posisi yang enak untuk memancing. Kalau sudah begini,mereka tak kenal waktu. Sebelum umpan abis ga akan lengser dari tempatnya. Kulihat termos yang dibawanya dari Jakarta berisi udang dan cumi segar yang dibekukan.

Aku tetap ditempatku semula tak kala mereka berdua jauh memunggungi kami. Kulihat anak-anak sangat menikmati kesibukannya masing-masing. Akupun mengambil posisi rebahan dikursi pantai yang tak jauh dari tempatku. Dari balik kacamata hitamku, kuamati kesibukan wisatawan yang berkunjung kemari. Sebagian dari mereka adalah pasangan muda mudi yang lagi gandung-gandrungnya memadu kasih. Mereka juga tak segan-segan berenang dengan pasangannya. Berpelukan,sesekali mencium pipi pasangannya. “Toh ga ada yang kenal ini.” Begitu kali pikir mereka. Kalau ditaksir paling mereka masih anak sekolahan atau anak kuliahan semester awal. Masih muda dan mengelora..

Hemmm…..akankah masa-masa ini akan mereka nikmati. Jika kalian terpaksa dinikahkan,apakan kemesraan ini bisa bertahan. Kalau biduk rumah tangga mereka jalani tersapu ombak,akankan kalian bertahan untuk saling menguatkan. Sesekali aku mengeryitkan dahi…..keder sendiri.
******
Pulau Tidung yang terdiri dari Tidung besar dan Tidung Kecil dihubungkan oleh jembatan panjang yang diberi nama jembatan cinta,letaknya disebelah barat kepulauan seribu bagian selatan. Di awal jembatan ini, ditemui jembatan yang melengkung tinggi yang melalui cekungan laut yang agak dalam. Disini banyak anak-anak penduduk setempat yang beratraksi menceburkan diri ke laut dari ketinggian jembatan. Aksi mereka cukup menarik perhatian,tak sedikit wisatawan yang mengikuti kenekadan anak-anak itu. Selain itu, orang yang akan melintasi jembatan ini pasti berenti barang sejenak dengan berselfie ria. Mengabadikan kehadiran mereka disini. Bergaya bak model ternama, dari pose yang malu-malu kucing sampai pose yang malu-maluin. He…he…
Aku juga begitu. Ambil foto juga dimari. Karena kedua anakku paling susah diajak foto,yang terpaksa selfie-selfie sendiri. Asal jepret-jepret ajalah untuk konsumsi sendiri

Tak ubahnya dipesisir pantai tadi,dijembatan ini juga dipadati muda mudi. Ayunan langkahku sengaja kuperlahan. Menikmati angin yang begitu sejuk menyapu mukaku. Anak-anakku sebentar-sebentar berhenti,melihat bulu babi yang menepi di pondasi jembatan ini. Bulunya panjang-panjang dan berwarana hitam. Wah…kalo kena kulit rasanya ga ketulungan nih.

Dipertengan jembatan,di pondokan yang pertama,mataku tertuju pada pasangan yang terlihat terlibat urusan serius. Si perempuan bersandar ditiang, yang laki-laki duduk agak lebih rendah sambil mengelus-elus kaki pasangannya. Setelah aku amat-amati, ternyata pasangan ini bukan pasangan  muda-mudi seperti yang kutemui sebelumnya. Rambut yang tumbuh dikepala bapak ini kian sedikit yang berwarna gelap. Kulinya terlihat keriput walau tertutup dengan kulitnya yang begitu terawat.

Mesra sekali. Akankan puluhan pasangan tadi akan mengalami hal seperti ini, tetap menjaga kemesraan diusia menjelang senja. Meski kaki sang istri tak mulus lagi,tapi sang suami tetap mengelus-elus. Seolah-olah batu bacan yang asah dengan kesabaran dan kematangan. Asam garam kehidupan pasti  telah mereka lalui bersama. Bisa menjaga kemesraan buka suatu hal yang muda bagi pasangan seusia ini. Sesekali si istri juga menghapus kening sang suami. Sungguh keabadian cinta yang mulia. Semulia jembatan cinta ini. Tetap setia menghubungkan pulau yang terpisah, walaupun semua tau kalau dipulau yang kecil tak berpenghuni.. Jembatan ini menghubungkan keduanya agar kedua pulau ini saling melengkapi.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar